Begini Penjelasan Moeldoko di Kasus PT Dirgantara Indonesia
Reporter
Linda novi trianita tnr
Editor
Aditya Budiman
Sabtu, 31 Oktober 2020 17:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Presiden Moeldoko membantah menerima aliran duit dari PT Dirgantara Indonesia. Dia mengatakan saat pengadaan empat helicopter Bell 412EP di tahun 2011 masih menjabat sebagai Panglima Kodam Siliwangi atau Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional yang tidak mengurus persoalan pengadaan.
“Saya pikir enggak benar. Tahun pengadaannya itu pada 2011. Saat itu saya masih menjadi Panglima Kodam Siliwangi atau Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional,” kata Moeldoko dikutip dari Majalah Tempo edisi Sabtu, 24 Oktober 2020.
Di sisi lain, Moeldoko juga menyatakan hanya menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) selama tiga bulan. Selama menjabat, dia mengatakan, kepala staf lebih fokus pada pekerjaan pembinaan. “Dari awal sebagai komandan dan panglima lebih ke pembinaan. Urusan logistik, saya tidak paham,” ujar dia.
Selain itu, Moeldoko tidak ingat bahwa ada pemberian komisi dari perusahaan mitra PT Dirgantara Indonesia dalam setiap proyek pengadaan di TNI AD atau Angkatan Darat.
Sebelumnya, PT Dirgantara Indonesia diduga memberikan upeti atau uang ke sejumlah pejabat di Kementerian Pertahanan, TNI, dan lembaga negara lainnya sepanjang 2008-2016.
Seperti dikutip dari investigasi Majalah Tempo edisi Sabtu, 24 Oktober 2020, Total upeti mencapai Rp 178,98 miliar. Uang itu merupakan imbalan atas 79 kontrak dari pemberi kerja, lembaga pemilik anggaran yang disebut sebagai "end user" yang sebagian di antaranya untuk pengadaan pesawat dan helikopter.
Dalam salah satu berkas yang berjudul “Proyek helikopter Bell 412EP Kemenhan-TNI AD APBNP 2011" tertulis nama mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan , Marsekal Madya Eris Herryanto. Di kolom uang tercatat Rp 250 juta.
Dalam dokumen berbeda, ada juga nama Jenderal Moeldoko, yang menjabat KSAD selama tiga bulan pada periode 2013 dan kini menjabat Kepala Staf Kepresidenan. Pada kolom uang, tertera angka Rp 1 miliar.
Di bawah Moeldoko, berderet nama perwira lain beserta jumlah duit dari puluhan hingga ratusan juta rupiah. Angka total untuk “Markas Besar Angkatan Darat" Rp 2,35 miliar.
<!--more-->
Pelaksana tugas juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri, mengatakan lembaran berkas tersebut sudah dikantongi lembaganya. KPK mendapatkannya dari perusahaan rekanan PT Dirgantara ketika mengusut korupsi di perusahaan pelat merah bidang penerbangan ini.
"Uang dari PTDI yang dikeluarkan untuk mitra dan digunakan lagi untuk berbagai kebutuhan tersebut akan ditelusuri lebih lanjut oleh penyidik," kata Ali seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 26 Oktober-1 November 2020.
Ali enggan menyebutkan nama-nama penerima aliran dana tersebut. Menurut dia, penyidik masih berfokus merampungkan pengusutan korupsi pengadaan pesawat dan helikopter oleh PT Dirgantara Indonesia. Sudah ada enam tersangka yang dijerat dengan kerugian negara mencapai Rp 202,19 miliar dan US$ 8,6 juta atau total mencapai Rp 303 miliar. "Untuk siapa-siapanya, nanti akan dibuka di persidangan oleh penuntut umum," ujar Ali.
Adapun Eris Herryanto membantah menerima duit sebagaimana tertulis dalam catatan. “Jangan memancing saya mengomentari berita yang saya sendiri tidak akui. Sekjen bukan pejabat yang menentukan, kenapa harus terima uang? Lebih baik ke Kemhan saja untuk dapat data akurat," katanya.
Budiman juga mengatakan tidak pernah menerima setoran dari PT Dirgantara Indonesia ataupun rekanannya. "Tidak pernah sama sekali karena memang kami tidak mau," ujar Budiman, yang belakangan menjadi KSAD sebelum digantikan Moeldoko.
LINDA TRIANITA | M ROSSENO AJI