Menanti Pengusutan Kasus Penembakan Pendeta Yermias di Papua
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Syailendra Persada
Kamis, 24 September 2020 05:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Persekutuan gereja dan pegiat hak asasi manusia mendesak pemerintah mengusut insiden penembakan Pendeta Yermias Zanambani (sebelumnya disebut Yeremia Zanambani) di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua pada Sabtu, 19 September 2020.
Ketua GKII Sinode Wilayah Papua, Pendeta Petrus Bonyadone dan sejumlah tokoh masyarakat dari Suku Moni--suku asal Pendeta Yermias--telah menemui Panglima Komando Daerah Militer XVII Cenderawasih Mayor Jenderal Herman Asaribab dan Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw pada Selasa, 22 September 2020.
"Harus ada tim investigasi independen yang terbentuk untuk mengecek dan turun langsung," kata Petrus kepada Tempo pada Selasa malam, 22 September 2020.
Yermias Zanambani adalah Ketua Klasis Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) di Hidatipa, Intan Jaya, Papua. Ia juga penerjemah Alkitab ke bahasa Suku Moni.
Petrus mengatakan meninggalnya Pendeta Yermias menyisakan duka cita bagi gereja, jemaat, dan masyarakat. Dia mengatakan, dalam beberapa hari terakhir jemaat gereja-gereja di Papua menggelar doa duka untuk Yermias.
Amnesty International Indonesia juga mendesak Kepolisian Republik Indonesia segera menyelidiki dan mencari tahu pelaku penembakan Pendeta Yermias. Amnesty mendesak kasus ini diusut tuntas.
"Polisi harus mengusut tuntas kasus penembakan Pendeta Yermias Zanambani yang diduga melibatkan TNI," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangannya, Rabu, 23 September 2020.
<!--more-->
Amnesty International Indonesia menyatakan penembakan ini menunjukkan kegagalan negara menghadirkan perdamaian di Papua. Amnesty mencatat, dari awal tahun sudah ada setidaknya 15 kasus penembakan di luar hukum di Papua dengan 22 orang korban.
Dalam tiga bulan terakhir saja, kata Usman Hamid, terjadi lima pembunuhan di luar hukum dengan delapan korban di Papua. Usman menyebut polisi dan militer ditengarai terlibat dalam sebagian besar peristiwa tersebut.
Tempo menghimpun kronologi penembakan Pendeta Yermias dari beberapa sumber. Beberapa di antaranya, Pendeta Petrus Bonyadone, Pendeta Timotius Miagoni di Hitadipa, seorang sumber yang tak bisa disebutkan namanya dengan alasan keamanan, dan kerabat yang bersaksi lewat GKII Papua.
Cerita penembakan ini bermula ketika Pendeta Yermias dan istrinya pergi dari rumah mereka di Hitadipa ke kandang ternak babi di Bomba yang berjarak sekitar 700 meter pada Sabtu, 19 September pukul 17.00 WIT. Mereka hendak memberi makan ternak babi.
Menjelang petang, istri Pendeta Yermias pulang terlebih dulu. Ia mengajak Yermias untuk pulang karena khawatir kondisi bahaya saat gelap, tetapi Yermias menolak lantaran masih menunggu babi yang belum datang ke kandang. Sembari menunggu, ia membakar ubi untuk makan.
<!--more-->
Di sebuah tanjakan turun 100 meter dari kandang babi menuju rumah, istri Pendeta Yermias bertemu dengan empat orang anggota TNI berseragam lengkap di sepanjang jalan. Salah satu dari mereka sempat menanyakan keberadaan Yermias kepada istrinya.
Sang istri pun menjawab, "Bapa ada di kandang ternak babi", yang disambut jawaban "O...iya," oleh tentara.
Seorang pendeta lainnya sempat bertemu aparat TNI di jalan menuju kandang babi. Aparat tersebut menyampaikan salam hormat kepada pendeta tersebut, yang dibalas hormat dari pendeta.
Sekitar pukul 17.40 WIT, dua orang ibu mendengar suara tembakan dan teriakan minta tolong dari arah kandang babi. Dua saksi tersebut menengok ke arah datangnya suara tembakan dan melihat anggota TNI mengepung kandang babi. Merasa takut, keduanya segera bersembunyi di rumput.
Setelah aparat pergi, kedua ibu itu keluar dari tempat persembunyian dan menuju kandang babi. Mereka menemukan Yermias sudah dalam kondisi kritis. Berselang beberapa menit, istri Pendeta Yermias datang dari Hitadipa bergabung dengan mereka.
Ketika itu sekitar pukul 18.00 WIT. Kepada ketiga saksi, Pendeta Yermias menceritakan dirinya didatangi oleh TNI. Menurut Yermias, mereka bertanya-tanya dan curiga dirinya menyiapkan makanan untuk OPM. Mereka tak percaya atas ucapan Yermias bahwa makanan yang ada adalah untuk ternak babi.
"Bukan untuk OPM, ini makanan tidak baik untuk dimakan manusia," kata Yermias menceritakan jawabannya kepada TNI.
TNI lalu diduga menembak Yermias di paha dan menikam leher serta bahunya dengan sangkur. Pendeta Yermias juga meminta maaf kepada istrinya lantaran menolak ajakan untuk pulang sejak sore.
"Dia kasih tahu sama istrinya, 'Mama, saya sudah ditembak.' Sesudah itu mama marah, 'Kenapa tadi saya sudah bilang tapi Bapak begini tidak dengar saya'. Lalu Bapak bilang minta maaf. 'Sekarang ini saya masih bernapas, jadi mama pulang saja sudah malam'," ujar seorang sumber yang menghimpun informasi di Hitadipa.
<!--more-->
Yermias lalu meminta istrinya untuk pulang lantaran hari sudah malam. Namun dua orang ibu dan seorang bapak tinggal di kandang babi untuk menemaninya. Mereka awalnya mau mengevakuasi Yermias ke Puskesmas Hitadipa, tetapi TNI melarang keras aktivitas di malam hari.
Menurut para saksi yang menjaga, Yermias meninggal sekitar pukul 12.00 malam WIT. Jenazahnya disemayamkan di kandang babi hingga Ahad pagi. Sekitar pukul 07.00 WIT barulah masyarakat mengevakuasi jenazah Yermias dari Bomba ke kantor Klasis Hitadipa.
Ada setidaknya sebelas tokoh dan sejumlah masyarakat yang turut dalam evakuasi itu. Jenazah Yermias disemayamkan sekitar lima jam di rumah duka lalu dikuburkan di halaman kantor Klasis Hitadipa.
Setelah penguburan, masyarakat segera bubar meninggalkan kampung. Ketua Umum Badan Pengurus Pusat GKII, Pendeta Daniel Ronda mengatakan ada delapan gereja dan sekolah Alkitab yang kosong karena warga mengungsi.
Daniel mengatakan TNI diduga menggelar operasi mencari penembak anggota mereka, Pratu Dwi Akbar Utomo yang meninggal pada Jumat, 18 September 2020. Dwi Akbar anggota BKO Komando Rayon Militer Persiapan di Hitadipa.
Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Letkol Arm Reza Nur Patria sebelumnya menyatakan Dwi Akbar Utomo ditembak oleh Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB).
Reza mengatakan Panglima Kodam XVII Cenderawasih saat ini sudah mengutus tim ke Hitadipa untuk menginvestigasi dugaan penembakan ini. Ia berjanji akan menyampaikan perkembangan penyelidikan setelah ada laporan dari lapangan.
Tempo menghubungi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. ihwal peristiwa ini, tetapi belum direspons. Namun menurut Pendeta Petrus Bonyadone, Mahfud mengundang pimpinan sinode gereja untuk sebuah pertemuan pada pukul 19.00 WIB nanti.