YLBHI Sebut Ada Diskriminasi Penegakan Hukum di Kasus Peretasan
Reporter
Friski Riana
Editor
Aditya Budiman
Rabu, 2 September 2020 14:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)Asfinawati mengatakan ada diskriminasi penegakan hukum terkait peristiwa peretasan. "Kalau dalam hak asasi manusia, ini dikatakan pelanggaran by omission atau pengabaian," kata Asfinawati dalam diskusi ILUNI UI, Rabu, 2 September 2020.
Asfinawati mengatakan pada 27 April 2020, aktivis Ravio Patra melaporkan peretasan yang dialaminya ke Polda Metro Jawa. Namun, hingga 27 Agustus 2020 atau 4 bulan setelahnya belum ada tersangka.
Jika dikaitkan dengan peretasan terhadap situs Bareskrim Mabes Polri yang terjadi pada Desember 2019, polisi sudah menangkap dan menahan pelaku pada Maret 2020. "Mei ada penahanan Kejaksaan, Juni sudah disidangkan," kata dia.
Ada juga kasus peretasan yang dialami Lutfi Indrawan yang ditangani LBH Bandung. Asfinawati mengatakan Lutfi melapor ke polisi pada September 2019 namun kasusnya hingga kini belum ada kemajuan.
Kemudian, media Tempo.co juga mengalami peretasan pada Agustus 2020. Meski kasusnya masih baru, Asfinawati menyinggung penanganan kasus doxing yang dialami influencer Denny Siregar beberapa waktu lalu. "Dalam satu hari pelakunya ditangkap," ujarnya.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian membantah adanya diskriminasi penegakan hukum. Ia mengatakan pemerintah menghargai kebebasan berekspresi dan menindaklanjuti upaya peretasan terhadap para aktivis dan media.
"Perkara waktu bila dibandingkan dengan kasus Denny Siregar tentu tergantung dari kompleksitas. Tapi kita harus berprasangka baik pada aparat penegak hukum. Beri waktu untuk mengusut kasus-kasus tersebut," ujar Donny.
FRISKI RIANA