TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK Livia Istania mengatakan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau RUU PKS penting segera dibahas.
“Perlu aturan lebih khusus untuk mengatur kekerasan seksual karena jenis dan modusnya makin beragam,” kata Livia dalam keterangan tertulisnya hari ini, Jumat, 3 Juli 2020.
Livia menyesalkan RUU PKS dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Padahal, kehadiran RUU PKS diharapkan mampu membantu dan mempermudah penegak hukum menjerat pelaku kekerasan seksual.
Selama ini, dia melanjutkan, banyak kasus kekerasan seksualyang proses hukumnya tidak dapat berlanjut karena kekurangan alat bukti dan rumusan norma pasal.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), misalnya, tidak mampu menjangkau bentuk-bentuk kekerasan seksual yang berkembang.
Livia berpendapat hal tersebut berdampak pada cara pandang penegak hukum dalam memproses kasus tersebut. Dia memberi contoh, pemahaman bahwa pemerkosaan itu dimaknai sebatas adanya penetrasi alat kelamin pria ke alat kelamin perempuan.
“Padahal definisi pemerkosaan telah berkembang dalam berbagai literatur, aturan, dan praktik hukum di internasional,” ucap Livia.