Uji Formil UU KPK, Bagir Manan: Paripurna DPR Harus Kuorum Fisik

Rabu, 24 Juni 2020 14:59 WIB

Sejumlah mahasiswa dari universitas se-Bekasi menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis 26 September 2019. Mereka menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan meminta Presiden Joko Widodo untuk mencabut UU KPK hasil revisi yang sudah disahkan DPR. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum Bagir Manan menyoroti persoalan kuorumnya rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat dalam pengesahan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK.

Bagir mengatakan rapat itu harus dihadiri secara fisik oleh anggota DPR, tak bisa cuma kuorum di daftar hadir.

"Saya sepakat semestinya tidak ada ketentuan dalam tata tertib DPR bahwa kehadiran cukup dengan tanda tangan, dia harus physically ada di sana," kata Bagir saat menjadi saksi ahli dalam sidang uji formil UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Rabu, 24 Juni 2020.

Bagir mengatakan ketentuan kehadiran fisik ini berlaku di seluruh dunia. Ia mempertanyakan bagaimana seseorang yang tak hadir bisa memutus setuju atau tidak setuju.

Jika tidak dihadiri oleh lebih dari separuh anggota DPR, Bagir menilai syarat konstitutif pengesahan UU tidak terpenuhi. "Jika syarat konstitutif tidak dipenuhi, batal demi hukum. Jadi jangan main-main," kata mantan Ketua Mahkamah Agung ini.

Advertising
Advertising

Pakar hukum dari Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto yang juga menjadi saksi ahli pun berpendapat senada. Aan mengatakan ada tiga esensi mengapa paripurna harus kuorum secara fisik.

Pertama, anggota DPR sebagai wakil rakyat harus menyampaikan aspirasi dari yang diwakili. Wujud aspirasi ini harus secara langsung bisa dilihat dan didengar dalam suatu pengambilan keputusan.

"Wakil rakyat harus hadir dalam gedung tersebut, sehingga dia bisa mengungkapkan ini rasa rakyat, ini pendapatnya," ucap Aan.

Kedua, Aan mengatakan pengambilan keputusan juga harus dilakukan DPR sebagai lembaga, bukan fraksi atau anggota. Rapat paripurna pun menjadi forum bagi anggota yang tak terlibat dalam pembahasan untuk menyampaikan pendapatnya.

Ketiga, kehadiran fisik penting untuk mengantisipasi tidak terjadinya kesepakatan hingga harus voting. Jika rapat tidak kuorum secara fisik, voting tidak akan bisa dilakukan. "Inilah urgensinya harus hadir secara fisik," kata Aan.

Kuasa hukum pemohon, Kurnia Ramadhana mengatakan pihaknya telah menyerahkan bukti tidak kuorumnya rapat paripurna itu kepada majelis hakim. Menurut dia, rapat paripurna pada 17 September itu hanya dihadiri secara fisik oleh sekitar 120 dari total 560 anggota DPR.

Berita terkait

Pertemuan Alexander Marwata dengan Eko Darmanto Diusut Polda Metro Jaya, Ini Kata KPK

3 hari lalu

Pertemuan Alexander Marwata dengan Eko Darmanto Diusut Polda Metro Jaya, Ini Kata KPK

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pertemuannya dengan bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto terjadi sebelum penindakan.

Baca Selengkapnya

Nasir Djamil Tolak Peleburan Ombudsman dan KPK: Keduanya Punya Tupoksi Berbeda

23 hari lalu

Nasir Djamil Tolak Peleburan Ombudsman dan KPK: Keduanya Punya Tupoksi Berbeda

Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil tidak setuju dengan peleburan Ombudsman dan KPK. Kedua lembaga itu memiliki tupoksi berbeda.

Baca Selengkapnya

JPPI: Pemerintah dan DPR Tak Menjawab Materi Gugatan UU Sisdiknas soal Pendidikan Dasar Gratis

39 hari lalu

JPPI: Pemerintah dan DPR Tak Menjawab Materi Gugatan UU Sisdiknas soal Pendidikan Dasar Gratis

JPPI menggugat pasal dalam UU Sisdiknas yang memuat tentang sekolah bebas biaya.

Baca Selengkapnya

IM57 Bilang UU KPK Berlaku Lex Specialis dalam Penetapan Tersangka Kembali Eks Wamenkumham Eddy Hiariej

51 hari lalu

IM57 Bilang UU KPK Berlaku Lex Specialis dalam Penetapan Tersangka Kembali Eks Wamenkumham Eddy Hiariej

Ketua IM57+ M Praswad Nugraha, mengatakan penetapan kembali Eddy Hiariej sebagai tersangka, perlu mencegah pembenturan antara KUHAP dan UU KPK.

Baca Selengkapnya

Alasan KPK Cegah 7 Orang ke Luar Negeri dalam Kasus Dugaan Korupsi Rumah Dinas DPR

54 hari lalu

Alasan KPK Cegah 7 Orang ke Luar Negeri dalam Kasus Dugaan Korupsi Rumah Dinas DPR

KPK tidak menjelaskan identitas tujuh orang yang dicegah ke luar negeri terkait kasus dugaan korupsi rumah dinas DPR.

Baca Selengkapnya

Hakim Kabulkan Praperadilan Eddy Hiariej dan Helmut Hermawan, IM57+: Bertentangan dengan UU KPK

28 Februari 2024

Hakim Kabulkan Praperadilan Eddy Hiariej dan Helmut Hermawan, IM57+: Bertentangan dengan UU KPK

Dalam putusan praperadilan Eddy Hiariej dan Helmut Hermawan, hakim menilai KPK tidak memiliki setidaknya dua alat bukti yang sah.

Baca Selengkapnya

Kronologis KPK ungkap Korupsi Rumah Dinas DPR, Ketahui 3 Golongan Rumah Dinas

27 Februari 2024

Kronologis KPK ungkap Korupsi Rumah Dinas DPR, Ketahui 3 Golongan Rumah Dinas

KPK telah mengumumkan bahwa mereka telah memulai penyelidikan terhadap dugaan korupsi rumah dinas DPR.

Baca Selengkapnya

Firli Bahuri Disebut Langgar UU KPK Dalam Penyidikan Kasus Korupsi Karen Agustiawan

20 Februari 2024

Firli Bahuri Disebut Langgar UU KPK Dalam Penyidikan Kasus Korupsi Karen Agustiawan

Dalam sidang eksepsi, tim kuasa hukum mempersoalkan tanda tangan Firli Bahuri pada surat perintah penahanan Karen Agustiawan.

Baca Selengkapnya

Almas Hapus Tuntutan Rp 10 Juta dari Gugatan Wanprestasi, Kuasa Hukum Gibran: Kami Keberatan

19 Februari 2024

Almas Hapus Tuntutan Rp 10 Juta dari Gugatan Wanprestasi, Kuasa Hukum Gibran: Kami Keberatan

Pada petitum gugatan sebelumnya, Almas menuntut Rp 10 juta dari Gibran setelah Mahkamah Konstitusi memenangkan judicial review yang diajukannya.

Baca Selengkapnya

Berjilid-jilid Aksi Gejayan Memanggil, Terakhir Kritisi Pemerintahan Jokowi dan Kemunduran Demokrasi

13 Februari 2024

Berjilid-jilid Aksi Gejayan Memanggil, Terakhir Kritisi Pemerintahan Jokowi dan Kemunduran Demokrasi

Sebelum Aksi Gejayan Memanggil di pertigaan Gejayan, Yogyakarta pada Senin 12 Februari 2024 telah berjilid-jilid aksi mahasiswa, pelajar, dan jurnalis

Baca Selengkapnya