Rencana Menaikkan Parliamentary Threshold Dinilai Mencurigakan

Minggu, 14 Juni 2020 19:31 WIB

Sejumlah anggota DPR RI saat mengikuti Rapat Paripurna ke-9 Masa Persidangan II tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 3 Februari 2020. Rapat paripurna tersebut beragendakan mendengar laporan Komisi III tentang hasil uji kelayakan calon hakim agung dan calon hakim ad hoc pada Mahkamah Agung (MA) dan dilanjutkan pengambilan keputusan. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor menilai rencana sejumlah partai menaikkan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) mencurigakan. Ia menilai rencana itu tak memiliki alasan yang jelas.

"Karena tidak memiliki alasan yang clear ini menimbulkan kecurigaan bahwa sebetulnya tabiat orang berkuasa ingin segalanya serba cepat," kata Firman dalam diskusi virtual, Ahad, 14 Juni 2020.

Menurut Firman, keinginan partai-partai menaikkan ambang batas parlemen tak didasari pada pijakan identifikasi permasalahan yang jelas. Ia menduga rencana itu hanya bertujuan mengeliminasi suara-suara kritis yang dianggap bisa mengganggu.

Firman juga berujar, tak mengherankan jika rencana menaikkan parliamentary threshold dianggap sebagai upaya untuk mempertahankan kekuasaan partai-partai besar.

"Adanya partai kecil mungkin dianggap berpotensi mengganggu, sehingga lebih baik dihabisi saja. Muncul kecurigaan seperti ini karena alasannya (menaikkan PT) tidak clear," kata Firman.

Advertising
Advertising

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ini mengatakan tingginya parliamentary threshold justru memiliki banyak sisi negatif, mulai dari hilangnya keberagaman, menguatnya elite dan oligarki politik, hingga pragmatisme dan politik uang.

Firman menilai ambang batas parlemen sebaiknya berada di angka 2-2,5 persen. Berkaca dari Pemilu 2019, akan ada satu partai lagi yang bisa masuk ke Senayan jika ambang batas parlemen berada di angka tersebut.

Menurut Firman, hal ini masih memadai untuk menampung keberagaman. Namun jika parliamentary threshold tak bisa diturunkan, Firman mengatakan angka 4 persen bisa dipertahankan.

"Kita membiasakan 4 persen tidak masalah, tapi kalau masih bisa lagi 2-2,5 persen," ujar dia.

Sejumlah partai besar di Dewan Perwakilan Rakyat berencana menaikkan ambang batas parlemen. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa mengusulkan kenaikan dari 4 persen menjadi 5 persen, sedangkan Partai Golkar dan NasDem mengusulkan kenaikan menjadi 7 persen.

Berita terkait

Fakta-fakta PDIP Ajukan Gugatan KPU ke PTUN

10 jam lalu

Fakta-fakta PDIP Ajukan Gugatan KPU ke PTUN

PDIP mengajukan gugatan ke PTUN karena menganggap KPU melakukan perbuatan melawan hukum.

Baca Selengkapnya

Konfirmasi Pemecatan 13 PPD di Papua Tengah, KPU: Kinerja Mereka Parah

12 jam lalu

Konfirmasi Pemecatan 13 PPD di Papua Tengah, KPU: Kinerja Mereka Parah

Idham menjelaskan bahwa KPU Papua Tengah sudah pernah diminta klarifikasi mengenai keterlambatan rekapitulasi suara di Kabupaten Puncak.

Baca Selengkapnya

Anggota Bawaslu Intan Jaya Cerita Penyanderaan KKB Berdampak Pemilu Ditunda

1 hari lalu

Anggota Bawaslu Intan Jaya Cerita Penyanderaan KKB Berdampak Pemilu Ditunda

Cerita pengalaman Bawaslu Intan Jaya disandera Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan harus bayar tebusan agar bebas

Baca Selengkapnya

DPR Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu 2024 pada 15 Mei, KPU Siapkan Ini

3 hari lalu

DPR Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu 2024 pada 15 Mei, KPU Siapkan Ini

Komisi II DPR juga akan mengonfirmasi isu yang menerpa Ketua KPU Hasyim Asy'ari.

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

3 hari lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Perjalanan Ubah Regulasi Masa Jabatan Kepala Desa di UU Desa, Setelah Unjuk Rasa Menjelang Pemilu 2024

3 hari lalu

Perjalanan Ubah Regulasi Masa Jabatan Kepala Desa di UU Desa, Setelah Unjuk Rasa Menjelang Pemilu 2024

Masa jabatan kepala desa akhirnya diperpanjang dari 6 tahun menjadi 8 tahun. Beleid gres itu tertuang dalam UU Desa yang diteken Jokowi.

Baca Selengkapnya

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

4 hari lalu

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengakui sistem noken pada pemilu 2024 agak aneh. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Ketua MK Sempat Tegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena Izin Tinggalkan Sidang

5 hari lalu

Ketua MK Sempat Tegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena Izin Tinggalkan Sidang

Hakim MK menegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena meminta izin meninggalkan sidang, padahal sidang baru dimulai kurang dari 30 menit.

Baca Selengkapnya

KPU Respons Kemarahan Hakim MK karena Absen di Sidang: Ada Agenda Penting Pilkada

5 hari lalu

KPU Respons Kemarahan Hakim MK karena Absen di Sidang: Ada Agenda Penting Pilkada

Komisioner KPU Idham Holik angkat bicara usai Hakim MK Arief hidayat marah lantaran tak ada satu pun komisoner yang hadir di sidang sengketa pileg

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Lanjutan Pemeriksaan Pendahuluan Sengketa Pileg, Ada 81 Perkara

5 hari lalu

MK Gelar Sidang Lanjutan Pemeriksaan Pendahuluan Sengketa Pileg, Ada 81 Perkara

Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan terdapat total 297 perkara dalam sengketa pileg 2024. Disidangkan secara bertahap.

Baca Selengkapnya