2 Cara Nurhadi Diduga Mengurus Perkara di Mahkamah Agung

Reporter

Tempo.co

Kamis, 4 Juni 2020 09:32 WIB

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi keluar gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan, di Jakarta, Selasa, 2 Juni 2020. Nurhadi ditangkap bersama menantunya, Riezky Herbiyono di Simprug, Jakarta Selatan pada Senin (1/6) malam terkait dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Setelah "menghilang" sejak menyandang status tersangka pada Desember 2019, Nurhadi akhirnya dicokok tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lembaga antikorupsi tersebut menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung ini di sebuah rumah di Simprug, Jakarta Selatan pada Senin, 1 Juni 2020.

Dalam penggerebekan tersebut, KPK juga mencokok Rezky Hebriyono, menantu Nurhadi dan Tin Zuraida, istri dari mantan Sekretaris MA itu.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan penyidik KPK mencari keberadaan Nurhadi hingga ke 13 lokasi. "Semua lokasi itu digeledah dan diperiksa setelah KPK mendapat informasi bahwa Nurhadi berada di sana," kata Ghufron dalam konferensi pers, Selasa, 2 Juni 2020.

KPK menetapkan Nurhadi menjadi tersangka Tindak Pidana Korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pengurusan suatu perkara sekitar tahun 2015-2016. Ia juga diduga menerima gratifikasi berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Berdasarkan laporan Majalah Tempo yang terbit pada 29 Agustus 2016, ada dua jalan bagaimana Nurhadi diduga mengurus perkara. Pertama, lewat orang-orang dekatnya. Salah satu orang dekat tersebut diduga adalah Edy Nasution, Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Advertising
Advertising

Berdasarkan penelusuran Tempo, Nurhadi pernah menghubungi Edy pada Februari 2016 agar mengirimkan berkas peninjauan kembali pailit PT Across Asia Limited yang diajukan Doddy Aryanto Supeno.

Doddy terbelit perkara itu karena menyuap Edy Nasution Rp 150 juta. Besel itu untuk menunda peringatan eksekusi (aanmaning) pembayaran ganti rugi PT Metropolitan Tirta Perdana dan memuluskan pendaftaran permohonan peninjauan kembali perkara kepailitan PT Across Asia Limited.

Saat itu, menurut Edy, Nurhadi menghubungi nomor telepon selulernya menggunakan telepon sopirnya, Royani. Tidak lama setelah itu, 3 Maret lalu, permohonan peninjauan kembali kepailitan Across Asia diterima Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan dikirim ke MA. Padahal permohonan PK sudah melewati masa 180 hari sejak putusan disampaikan ke pihak berperkara pada 7 Agustus 2015.

Nurhadi, saat bersaksi untuk Doddy pada 15 Agustus 2016, membenarkan menelepon Edy untuk mempercepat pengiriman permohonan PK Across Asia. "Ini hanya aspek pelayanan," ujarnya.

Pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah, ini mengatakan menggunakan nomor telepon Royani karena sejak menjadi Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung pada 2007 sudah tidak memegang telepon seluler. Ia beralasan tidak mau pusing diganggu orang yang tidak berkepentingan. Dalam persidangan, Edy juga mengakui ditelepon Nurhadi.

Belakangan, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi memvonis Edy 5,5 tahun penjara. Sedangkan, Doddy divonis 4 tahun penjara.

Menemui langsung pihak perkara...

<!--more-->

Selain menggunakan orang-orang dekatnya, Nurhadi diduga turun langsung berhubungan dengan pihak yang berperkara. Ini, misalnya, terjadi dalam kasus pengaturan perkara Grup Lippo yang ditangani Eddy Sindoro.

Saat diperiksa penyidik KPK pada 30 Mei 2016, Nurhadi mengakui lebih dari sembilan kali bertemu dengan Eddy Sindoro. Lokasi pertemuan, kata dia, antara lain di rumahnya di Hang Lekir dan di rumah Eddy di Karawaci, Tangerang. Eddy, kata Nurhadi kepada penyidik, pernah meminta dia mengurus perkara PT Kymco di MA. "Tapi tidak saya tanggapi serius."

Pernyataan Nurhadi ini bertolak belakang dengan surat dan memo dari sejumlah anak buah Eddy Sindoro yang meminta bantuan jasa Nurhadi. Dalam dokumen tertulis "perkara-perkara yang di-handle End (panggilan lain Nurhadi)" yang disita KPK disebutkan ada 14 perkara Grup Lippo yang telah selesai ditangani Nurhadi dan sembilan yang masih ditanganinya.

Salah satunya perkara perdata PT Kymco yang menang di tingkat PK. Dalam lembar memo setiap perkara yang dikirim tercantum kalimat bantuan yang diperlukan, seperti tolak PK lawan atau mohon tunjuk majelis hakim yang friendly. Dalam memo tersebut Nurhadi disebut promotor.

Adapun Nurhadi geram disebut promotor kasus Grup Lippo. "Saya dibilang promotor itu tidak benar sama sekali," katanya. Sementara itu, Eddy Sindoro divonis empat tahun penjara.

Dalam beberapa kali kesempatan, direksi Lippo membantah informasi bahwa Eddy Sindoro bagian dari perusahaan mereka. Head of Corporate Communication PT Lippo Karawaci Tbk Danang Kemayan Jati mengatakan Eddy sudah lebih dari enam tahun tidak bergabung dengan Lippo. "Lippo tidak punya kaitan sama sekali dalam hal apa pun," ujarnya.

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

1 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Siap-siap, Ada 60 Ribu Formasi CPNS MA dan Kejagung 2024

2 hari lalu

Siap-siap, Ada 60 Ribu Formasi CPNS MA dan Kejagung 2024

Kemenpan RB menyiapkan jumlah formasi yang cukup besar bagi kejaksaan agung dan MA untuk formasi rekrutmen CPNS pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

2 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya