Obat antiretroviral virus (ARV) untuk HIV tergeletak di atas meja salah satu rumah di desa Tuol Sambo, Kamboja, 6 September 2014. Komunitas ini bergantung kepada satu klinik yang menyediakan obat ARV gratis seminggu sekali. Omar Havana/Getty Images
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition (IAC), Aditya Wardhana, mengatakan kelangkaan obat antiretroviral untuk pengidap HIV/AIDS selalu berulang sejak 10 tahun lalu.
"Kelangkaan ini adalah situasi yang selalu berulang sejak 10 tahun lalu. Namun, kali ini kelihatannya yang terparah," kata Aditya kepada Tempo pada Minggu, 8 Maret 2020.
Aditya menjelaskan, sumber kelangkaan obat ARV bermacam-macam. Seperti manajemen rantai pasokan yang tidak baik, pelaporan dari layanan yang lambat, sampai pengadaan obat yang terlambat. "Yang kali ini terjadi adalah akibat pengadaan obatnya yang terlambat," katanya.
Aditya mengatakan, Menteri Kesehatan Terawan mulanya ingin memperbaiki mekanisme pengadaan obat lantaran tidak ingin pengadaan obat ARV yang bermasalah pada tahun 2016 terjadi lagi.
Menurut dia, sikap Menkes Terawan adalah hal yang baik. Namun, kehati-hatian itu dalam pembenahan mekanisme pengadaan ini mestinya juga dibarengi dengan mekanisme afirmasi.
"Guna memastikan selama proses perbaikan mekanisme, sistem dan prosedur pengadaan obat ARV ini dilakukan, kecukupan stok obat ARV bisa tetap terjaga," katanya