Kontroversi RUU Pemasyarakatan dan Pertanahan dalam Prolegnas
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Endri Kurniawati
Jumat, 17 Januari 2020 08:13 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 50 Rancangan Undang-undang (RUU) disepakati masuk ke dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas. Kesepakatan itu dicapai dalam rapat antara Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly bersama Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis, 16 Januari 2020. Berikutnya, RUU Prolegnas 2020 itu akan dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan.
Dari 50 RUU itu, setidaknya ada dua aturan yang sejak tahun lalu sudah menjadi perbincangan di masyarakat sejak tahun lalu, yaitu RUU Pemasyarakatan dan RUU Pertanahan. Tempo mencatat sejumlah kontroversi dari RUU itu.
- RUU Pemasyarakatan
Revisi UU Pemasyarakatan menjadi kontroversi lantaran, berdasarkan pembahasan DPR periode sebelumnya, ada beberapa pasal yang dianggap meringankan sanksi bagi narapidana yang sedang menjalani masa tahanan. Pasal itu antara lain yaitu pasal 9 dan 10 revisi UU PAS yang memberi hak rekreasi dan cuti bersyarat kepada napi.
Sebelumnya, Anggota Panitia Kerja (Panja) dari Fraksi PAN, Muslim Ayub mengatakan napi dapat memakai hak cuti untuk keluar lembaga pemasyarakatan (lapas) dan pulang ke rumah atau jalan-jalan ke mal, dengan syarat harus diikuti oleh petugas kemana pun.
RUU ini juga dikritik lantaran mempermudah syarat bebas bersyarat bagi narapidana korupsi. Jika disahkan, RUU ini sekaligus akan membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.<!--more-->
Pasal 34A PP itu mengatur pemberian remisi bagi narapidana perkara terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi, wajib memenuhi persyaratan.
Salah satu syaratnya adalah bersedia bekerja sama dengan aparat hukum untuk membantu membongkar tindak pidana yang dilakukannya alias bertindak sebagai justice collaborator. Ketentuan peralihan RUU PAS menyatakan akan kembali merujuk pada PP Nomor 32 Tahun 1999.
Dalam PP Nomor 32 Tahun 1999 yang akan kembali berlaku, pemberian remisi diatur dalam Pasal 34. Pasal ini hanya menyebutkan bahwa setiap narapidana dan anak pidana yang selama menjalani masa pidana berkelakuan baik berhak mendapatkan remisi.
- RUU Pertanahan
RUU yang masuk dalam Prolegnas ini juga ramai kritik. Konsorsium Pembaruan Agraria misalnya, menyebut perubahan ini tidak sejalan dengan rencana reforma agraria. Sebab, RUU ini dinilai justru membuka ruang bagi mafia tanah dan para elite. "Bab Reforma Agraria dalam RUU Pertanahan yang digadang-gadang, hanya pemanis belaka dan sangat parsial," kata Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika lewat keterangan tertulis, dikutip Kamis, 19 September 2019.
Dewi menilai pasal-pasal lain dalam RUU Pertanahan justru bertentangan dengan semangat reforma agraria itu sendiri. Dia menyoroti pasal-pasal yang mengatur pasar tanah, pasal pemutihan bagi korporasi besar, dan pasal pemidanaan yang berpotensi mengkriminalisasi rakyat kecil.<!--more-->
Dalam draf RUU Pertanahan per tanggal 9 September, reforma agraria diatur dalam Bab VI. Pasal 63 menyebutkan reforma agraria meliputi penataan aset dan penataan akses. Penataan aset meliputi penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dalam rangka menciptakan keadilan di bidang penguasaan dan pemilikan tanah.
Adapun penataan akses meliputi pemberian kesempatan akses permodalan maupun bantuan lain kepada subyek reforma agraria, pengelolaan bersama dalam bentuk koperasi, atau bentuk lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis pada pemanfaatan tanah.
Salah satu poin yang dikritik KPA dalam bab ini ialah ketidakjelasan subyek penerima manfaat reforma agraria. Dalam pasal 65, disebutkan penerima tanah obyek reforma agraria (TORA) terdiri dari perorangan, kelompok masyarakat, badan hukum yang dibentuk oleh penerima TORA, badan usaha milik desa, atau bentuk lainnya yang ditetapkan pemerintah.
Menurut Dewi, reforma agraria harus menyasar kelompok petani, nelayan, masyarakat adat, dan masyarakat miskin kota. Sedangkan dalam Pasal 65 ayat (2), hanya disebutkan bahwa penerima TORA perorangan harus memenuhi persyaratan sebagai warga negara Indonesia dan berusia paling rendah 18 tahun, serta bertempat tinggal di wilayah TORA atau bersedia tinggal di wilayah TORA.
CAESAR AKBAR | BUDIARTI UTAMI