Suap Wahyu Setiawan: Staf PDIP Terlibat-Satu Tersangka 'Hilang'
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Syailendra Persada
Jumat, 10 Januari 2020 07:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, sebagai tersangka dalam dugaan kasus suap pada Kamis, 9 Januari 2020.
Wahyu diduga menerima duit dari kader PDIP, Harun Masiku, agar caleg asal Sumatera Selatan ini menduduki kursi DPR menggantikan Nazarudin Keimas. Harun adalah Caleg PDIP Dapil I Sumatera Selatan yang kalah suara saat Pemilu April 2019 lalu.
Selain Wahyu, KPK juga menetapkan tiga orang menjadi tersangka. Mereka adalah Mantan anggota Badan Pengawas Pemilu, Agustiani Tio Fridelina; pihak swasta bernama Saeful; dan Harun Masiku.
Berikut beberapa hal terkait perkara suap ini:
1. Wahyu Meminta Dana Operasional
KPK menyebut Wahyu meminta duit Rp 900 juta. Menurut KPK, Wahyu menyatakan kesanggupannya membantu proses pergantian antar waktu anggota DPR dari Fraksi PDIP.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan Wahyu secara terang-terangan meminta dana operasional untuk memuluskan langkah Harun Masiku menjadi anggota DPR.
2. Salah satu tersangka adalah Mantan Badan Pengawas Pemilu
Mantan anggota Badan Pengawas Pemilu, Agustiani Tio Fridelina, terjerat dalam operasi tangkap tangan KPK. Agustiani adalah orang kepercayaan Wahyu yang ikut serta menerima duit suap.
Agustiani memiliki peran penting dalam perkara ini. Lili menyebuut Agustiani lah yang pertama kali meminta tolong kepada Wahyu agar bisa meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR lewat skema pergantian antar waktu.
<!--more-->
3. Ada Staf PDIP
Seorang anggota PDIP disinyalir terlibat dalam kasus suap terhadap Komisioner KPU. KPK sebelumnya telah membuka peran staf PDIP ini dalam kasus pemberian duit kepada Wahyu.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seseorang pengacara bernama Doni mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung.
Pengajuan ini terkait caleg PDIP dari Sumatera Selatan, Nazarudin Kiemas, yang meninggal pada Maret 2019. PDIP ingin suara Nazarudin, sebagai pemenang Pileg, masuk kepada Harun Masiku. MA mengabulkan gugatan ini.
Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku (HAR) sebagai pengganti caleg yang meninggal dunia. Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.
Dua pekan kemudian, tanggal 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa MA dan pada 23 September mengirimkan surat berisi penetapan caleg. Lalu Saeful (SAE), swasta, menghubungi Agustiani Tio Fridelina (ATF) dan melakukan lobi untuk mengabulkan Harun sebagai anggota DPR lewat jalur pergantian antar waktu.
Selanjutnya, Agustiani mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari Saefullah kepada Wahyu Setiawan (WSE) untuk membantu proses penetapan Harun. "WSE kemudian menyanggupi membantu dengan membalas, siap, mainkan!" kata Lili.
Lili menjelaskan, untuk membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR-RI pengganti antar waktu, Wahyu meminta dana operasional Rp 900 juta. Pemberian itu dilakukan dalam dua tahap. "Pertengahan Desember 2019, salah satu sumber dana memberikan uang Rp 400 juta yang ditujukan pada Wahyu melalui ATF, DON dan SAE," katanya.
Kemudian, Wahyu menerima uang dari dari Agustiani sebesar Rp 200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Pada akhir Desember 2019, Harun memberikan uang pada Saefullah sebesar Rp 850 juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP.
"Lalu, SAE memberikan uang Rp 150 juta pada DON. Sisanya Rp 700 juta yang masih di SAE dibagi menjadi Rp 450 juta pada ATF, Rp 250 juta untuk operasional," ujar Lili.
Lili mengatakan, dari Rp 450 juta yang diterima Agustiani, sekitar Rp 400 juta merupakan suap yang untuk Wahyu. Uang itu masih disimpan oleh Agustiani.
Pada Selasa, 7 Januari 2020 berdasarkan hasil rapat Pleno, KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW dan tetap pada keputusan awal. "Setelah gagal di Rapat Pleno KPU, WSE kemudian menghubungi DON menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan kembali agar HAR menjadi PAW," kata Lili.
Pada Rabu, 8 Januari 2020, Wahyu meminta sebagian jatah milik dia yang masih ada di Agustiani. "Setelah penyerahan uang ini terjadi, tim KPK melakukan OTT. Tim menemukan dan menyita barang bukti uang Rp 400 juta yang berada di tangan ATF dalam bentuk Dollar Singapura," katanya.
<!--more-->
4. Satu tersangka belum tertangkap
KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus suap ini. Mereka adalah Wahyu Setiawan, Agustiani, Saeful, dan Harun Masiku. Namun, Harun diduga 'lolos' dari operasi tangkap tangan.
KPK sudah meminta Harun untuk segera menyerahkan diri. "KPK meminta tersangka HAR (Harun) segera menyerahkan diri ke KPK dan pada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap koperatif," ujar Lili dalam konferensi pers.