Petugas Polisi melakukan penjagaan saat dilakukan penggeledahan di rumah terduga Teroris di Desa Waringinrejo, Cemani, Grogol, Sukoharjo, Rabu 16 Okotber 2019. Di kawasan tersebut Densus 88 Antiteror menggeledah dua rumah terduga teroris dan menyita sejumlah dokumen dan buku diduga terkait radikalisme. ANTARA FOTO/Ardi Kuncoro
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan radikalisme bukanlah permasalahan Indonesia. Ia mengatakan gejolak yang terjadi belakangan ini adalah persoalan ketimpangan sosial akibat stagnasi perekonomian global yang serius.
"Pada intinya, Indonesia mengalami ketimpangan sosial ekonomi yang sangat serius. Permasalahan di Indonesia bukan radikalisme," kata Siti Zuhro saat mengisi acara Outlook Ekonomi Politik Indonesia 2020 di kawasan Menteng Jakarta, Ahad, 29 Desember 2019.
Ia mengatakan jika pemerintah tak melakukan terobosan-terobosan yang luar biasa, stagnasi akan terus terjadi. "Ke depan akan suram, terutama kalau berkaitan dengan politik," ujar Siti.
Siti melihat ada ketidakadilan ekonomi yang dirasakan oleh penduduk Indonesia, di mana angka kemiskinan dan pengangguran masih signifikan. "Tidak jauh dari Ibu Kota Negara yaitu di Provinsi Banten, pengangguran di sana paling tinggi. Pastinya kemiskinan demikian juga," kata dia.
Oleh karena itu, ke depan yang harus dipikirkan pemerintah adalah bagaimana mengentaskan kemiskinan supaya disharmoni di tengah masyarakat juga terobati.
Sebaliknya, menurut dia, konsep politisasi radikalisme dan politik identitas harus dihilangkan agar arah permasalahan yang sebenarnya tidak menjadi kabur. "(Masyarakat) kita tidak mau dibawa ke alam politisasi radikalisme dan politik identitas. Sebab pemilu sudah usai dan Pak Joko Widodo sudah mengatakan itu," ujar Siti.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila Bambang Soesatyo mengapresiasi kesolidan kader Pemuda Pancasila di berbagai daerah.