KontraS: Pembatasan Kebebasan Berkumpul Capai 1.056 Kasus

Reporter

Halida Bunga

Jumat, 6 Desember 2019 17:52 WIB

Ilustrasi Petugas Pengaman Demonstrasi/unjuk rasa/ Petugas Anti Huru-hara. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) merilis laporan Pola Pembatasan Kebebasan Berkumpul secara nasional hari ini, Jumat, 6 Desember 2019.

Pengungkapan data tersebut menyambur Hari Hak Asasi Masyarakat (HAM) Sedunia yang jatuh pada 10 Desember 2019.

Peneliti KontraS Rivanlee Anandar menuturkan bahwa selama pemantauan pada 2015-2018 ditemukan 1.056 peristiwa pembatasan kebebasan berkumpul dari seluruh provinsi di Indonesia.

Pembatasan kebebasan berkumpul dalam kurun waktu sekita tiga tahun itu terjadi di Jawa Barat, Yogyakarta, dan Papua.

"Daerah itu menjadi batu uji untuk mengukur kebebasan berkumpul," kata Rivanlee dalam konferensi pers di kantornya hari.

Dia menjelaskan pengukuran tadi berdasarkan masifnya jumlah pembatasan berkumpul berikut karakteristik kasus yang penting dan mendapat perhatian publik.

Rivanlee pun mengungkapkan, sepanjang 2015-2018 isu yang paling gencar dibatasi oleh pemerintah adalah LGBT dan komunisme. Kedua itu itu banyak mendapatkan represifitas berupa pembubaran dan intimidasi.

"Pelakunya mayoritas aparat Kepolisian yang kadang berelasi dengan ormas tertentu."

Dari temuan KontraS, pembatasan kebebasan berkumpul dilakukan berdasarkan 3 pola yang terus berulang.

Pola pertama, pembatasan hak berkumpul menggunakan restriksi aparat penegak hukum yang tidak terukur.

Pola kedua, pembatasan hak berkumpul untuk kelompok sipil yang tengah menggunakan hak konstitusionalnya dalam menyeimbangkan diskursus negara.

"Ketiga, ketiadaan mekanisme akuntabilitas internal dan eksternal terhadap praktik pembubaran paksa dari kebebasan berkumpul di beberapa kasus."

KontraS menyimpulkan ada beberapa penyebab pola pembatasan kebebasan berkumpul, antara lain peraturan perundang-undangan yang membuka tafsir secara luas bagi aparatur keamanan di lapangan.

Rivanlee menyebut SKB 3 Menteri, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum, Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa, dan Juklak Kapolri Nomor 2 Tahun 1995 tentang Perizinan Masyarakat.

"Peraturan itu membuka celah bagi aparat untuk melakukan represi dan pembubaran paksa," ujar Rivanlee.

Berita terkait

Pro-Kontra atas Keputusan TNI Kembali Gunakan Istilah OPM

21 hari lalu

Pro-Kontra atas Keputusan TNI Kembali Gunakan Istilah OPM

Penyebutan OPM bisa berdampak negatif karena kurang menguntungkan bagi Indonesia di luar negeri.

Baca Selengkapnya

Soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM, Begini Kritik Komisi I DPR RI, Pakar Militer, hingga KontraS

22 hari lalu

Soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM, Begini Kritik Komisi I DPR RI, Pakar Militer, hingga KontraS

Perubahan penyebutan istilah KKB jadi OPM menuai kritik dari sejumlah pihak. Apa saja kritik mereka?

Baca Selengkapnya

Ragam Reaksi atas Keputusan TNI Kembali Pakai Istilah OPM

23 hari lalu

Ragam Reaksi atas Keputusan TNI Kembali Pakai Istilah OPM

Penggantian terminologi KKB menjadi OPM dinilai justru bisa membuat masalah baru di Papua.

Baca Selengkapnya

KontraS Desak Pemerintah Mitigasi Dampak Perubahan Istilah KKB bagi Keamanan di Papua

24 hari lalu

KontraS Desak Pemerintah Mitigasi Dampak Perubahan Istilah KKB bagi Keamanan di Papua

KontraS mengatakan perubahan nama KKB menjadi OPM itu harus diikuti dengan jaminan perlindungan dari negara bagi masyarakat yang ada di Papua.

Baca Selengkapnya

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

33 hari lalu

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

Penganiayaan jurnalis oleh 3 anggota TNI AL terjadi di Halmahera Selatan. Ini respons Dewan Pers, AJI, dan KontraS. Apa yang ditulis Sukadi?

Baca Selengkapnya

Anggota TNI Diduga Siksa Jurnalis di Halmahera Selatan, KontraS: Tak Manusiawi

35 hari lalu

Anggota TNI Diduga Siksa Jurnalis di Halmahera Selatan, KontraS: Tak Manusiawi

Danlanal Ternate meminta maaf atas insiden kekerasan terhadap wartawan yang terjadi di Bacan, Halmahera Selatan.

Baca Selengkapnya

KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

41 hari lalu

KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

KontraS mengatakan perlu dilakukan evaluasi total seluruh langkah dan pendekatan keamanan yang selama ini berlangsung di Papua.

Baca Selengkapnya

Datangi Kempolrienpan RB, KontraS Minta Hentikan RPP Penempatan Jabatan Sipil TNI - Polri

45 hari lalu

Datangi Kempolrienpan RB, KontraS Minta Hentikan RPP Penempatan Jabatan Sipil TNI - Polri

KontraS mendatangi Kemenpan RB untuk memberikan catatan kritis RPP tentang manajemen ASN terutama pasal penempatan jabatan sipil oleh TNI-Polri.

Baca Selengkapnya

MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

45 hari lalu

MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim mengatakan putusan MK yang menghapus pasal 14 dan 15 UU 1 Tahun 1946 merupakan angin segar bagi jurnalis.

Baca Selengkapnya

Diperiksa Komnas HAM soal Kematian Munir, Usman Hamid Berharap Dalang Pembunuhan Segera Diungkap

52 hari lalu

Diperiksa Komnas HAM soal Kematian Munir, Usman Hamid Berharap Dalang Pembunuhan Segera Diungkap

Menurut Usman Hamid, hasil penyelidikan tim pencari fakta sudah lengkap sehingga ia berharap Komnas HAM segera mengumumkan dalang pembunuhan Munir.

Baca Selengkapnya