PBNU: Pemilihan Presiden Langsung Berbiaya Tinggi
Reporter
Antara
Editor
Juli Hantoro
Rabu, 27 November 2019 23:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU KH Said Aqil Siradj menyampaikan aspirasi kiai NU soal pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.
Jika menimbang dan melihat mudarat dan manfaat pemilihan presiden langsung, kata KH Said Aqil, jelas terlihat itu berbiaya tinggi.
"Terutama biaya sosial ada konflik yang sangat mengkhawatirkan dan mengancam," ujar Ketua Umum PBNU itu, saat menerima silaturahmi pimpinan MPR ke Kantor PBNU Jakarta, Rabu, 27 November 2019.
Dia mencontohkan seperti kejadian sewaktu Pemilu Serentak 2019 lalu. "Keadaan kita ini mendidih, panas, sangat-sangat mengkhawatirkan. Apakah setiap lima tahun harus seperti itu," ujar KH Said Aqil.
Ia mengatakan para kiai dan ulama saat musyawarah nasional (munas) di Pondok Pesantren Kempek Cirebon tahun 2012, berpikir mengusulkan pemilihan presiden kembali kepada MPR RI demi kuatnya solidaritas persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.
Namun, KH Said Aqil menegaskan jika itu hanya suara kiai dan para alim ulama dan bukan suara Pengurus Tanfiziah (Dewan Pelaksana) PBNU.
"Itu suara kiai-kiai, bukan tanfiziah. Kalau tanfiziah, namanya konferensi besar (konbes) di bawah muktamar. Di NU begitu," kata KH Said Aqil.
Dia mengatakan, sama sekali tidak ada dorongan politik saat memutuskan hasil munas itu dan murni para kiai dan ulama memikirkan rakyat bangsa Indonesia.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menanggapi usulan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama soal presiden kembali dipilih MPR RI. "Tidak ada politik praktis," kata dia.
Dia mengatakan PBNU menyerahkan sepenuhnya soal amendemen UUD 1945 terbatas atau menyeluruh dipilih sendiri oleh MPR RI. Tapi menurut dia, amendemen tersebut memang sebuah keharusan.
Hidayat Nur Wahid mengatakan akan menampung setiap aspirasi yang disebutkan oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj.
"Iya itu usulan dari PBNU, dan beliau mengatakan tadi bahwa itu hanya hasil Munas NU pada tahun 2012 di Pesantren Kempek," ujar Hidayat.
Ia mengatakan jika MPR akan mengumpulkan, mendengarkan, mengkaji aspirasi agar akhirnya dapat dijadikan bahan mempertimbangkan keinginan rakyat Indonesia.
"Sehingga, alhamdulillah, anggota MPR dengan jumlah memadai kemudian mengusulkan perubahan terhadap UUD tersebut," ujar Hidayat Nur Wahid pula.