PSHK Sebut Evaluasi Penjelasan RKUHP Cuma Akal-akalan DPR

Rabu, 6 November 2019 09:55 WIB

Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas menggelar aksi di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin, 23 September 2019. Mereka juga menyampaikan mosi tidak percaya kepada DPR RI. TEMPO/M Taufan RengganisDalam Aksi tersebut mereka menyampaikan mosi tidak percaya kepada DPR RI dan menolak RKUHP karena memuat pasal-pasal yang kontroversial serta menolak UU KPK yang baru disahkan oleh DPR RI. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Agil Oktarial mengkritik keinginan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat membatasi evaluasi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP hanya pada Buku Penjelasan. Agil menilai DPR tengah mencari akal saja untuk mengesahkan RKUHP yang sudah disepakati sebelumnya di tingkat I.

"Itu kan sebenarnya akal-akalan dari DPR menutup ruang publik, agar pasal yang sudah disahkan itu tidak diubah, terutama pasal kontroversial ya," kata Agil kepada Tempo, Selasa, 5 November 2019.

Pembatasan evaluasi RKUHP pada Buku Penjelasan ini sebelumnya disampaikan oleh anggota Komisi Hukum DPR Arsul Sani. Dia mengaku tak setuju jika evaluasi itu menyangkut substansi pasal atau politik hukum.

"Sementara Komisi tiga masih tetap, kami buka ruangnya di penjelasan," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 5 November 2019. Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan ini menganggap, perbaikan pada Buku Penjelasan akan menjadi pegangan bagi penegak hukum agar pasal-pasal dalam RKUHP tidak menjadi karet.

Agil menjelaskan, penjelasan bukanlah norma hukum melainkan hanya sebagai tafsir resmi dari pembentuk undang-undang. Hal ini merujuk pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang belakangan direvisi menjadi UU Nomor 15 Tahun 2019.

Advertising
Advertising

Pada bagian lampiran UU itu tertulis bahwa penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud.

Penjelasan juga tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.

"Kalau ada persoalan, yang harus direvisi itu pasal-pasalnya, bukan penjelasannya. Kalau penjelasan memperluas makna pasal atau bertentangan dengan pasal, itu tidak dibenarkan dalam teknik peraturan perundang-undangan," kata dia.

Maka dari itu, Agil juga mengkritik klaim DPR yang menyebut bahwa penjelasan akan menjadi pegangan bagi penegak hukum serta mencegah adanya pasal karet dalam RKUHP. Dia mengatakan pasal karet semestinya dicegah dari rumusan pasal, bukan melalui penjelasan.

"Jadi keliru kalau antisipasi pasal karet kalau hanya di dalam penjelasan, bukan begitu caranya," ujar Agil.

Berita terkait

Jokowi Pastikan Pilkada 2024 sesuai Jadwal, Berikut Tahapan dan Jadwal Lengkapnya

16 jam lalu

Jokowi Pastikan Pilkada 2024 sesuai Jadwal, Berikut Tahapan dan Jadwal Lengkapnya

Presiden Jokowi mengatakan tidak ada pengajuan dari pemerintah untuk percepatan Pilkada 2024. Berikut tahapan dan jadwal lengkap Pilkada serentak 2024

Baca Selengkapnya

Jokowi Pastikan Pilkada 2024 Tetap Berlangsung pada November

19 jam lalu

Jokowi Pastikan Pilkada 2024 Tetap Berlangsung pada November

Presiden Jokowi mengatakan tidak ada pengajuan dari pemerintah untuk percepatan Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Anggota DPR Minta Pemerintah Benahi Pengawasan dan Sistem Distribusi KIP Kuliah

20 jam lalu

Anggota DPR Minta Pemerintah Benahi Pengawasan dan Sistem Distribusi KIP Kuliah

Sejumlah penerima KIP Kuliah sebelumnya ramai dibicarakan karena sudah dinilai tak layak menerima.

Baca Selengkapnya

RUU Penyadapan Masih Mandek di Tahap Perumusan oleh DPR

22 jam lalu

RUU Penyadapan Masih Mandek di Tahap Perumusan oleh DPR

Pengesahan RUU Penyadapan mandek meskipun sudah masuk dalam Prolegnas 2015-2019.

Baca Selengkapnya

Korupsi Rumah Dinas DPR RI, KPK Periksa Hiphi Hidupati

1 hari lalu

Korupsi Rumah Dinas DPR RI, KPK Periksa Hiphi Hidupati

KPK memanggil Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan Sekretariat Jenderal DPR RI Hiphi Hidupati dalam dugaan korupsi rumah dinas

Baca Selengkapnya

Respons DPR atas Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

2 hari lalu

Respons DPR atas Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

Anggota DPR Saleh Partaonan Daulay menilai perlu usaha dan kesungguhan dari Prabowo untuk menciptakan presidential club.

Baca Selengkapnya

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

2 hari lalu

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengatakan kenaikan tarif tidak boleh membebani mayoritas penumpang KRL

Baca Selengkapnya

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

4 hari lalu

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Desa terbaru yang telah diteken Jokowi dan diwacanakan perubahannya sejak Mei 2022. Apa saja aturan barunya?

Baca Selengkapnya

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

4 hari lalu

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

Permintaan para kepala desa agar masa jabatannya ditambah akhirnya dikabulkan pemerintah. Samakah hasilnya dengan UU Desa?

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

4 hari lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya