LSI: Tren Buruk Intoleransi dan Kebebasan Sipil Jadi PR Jokowi

Reporter

Egi Adyatama

Editor

Juli Hantoro

Minggu, 3 November 2019 20:19 WIB

Moderator Ahmad Khoirul Umam, Sosiolog Universitas Indonesia Tamrin Amat Tomagota, Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodharwani, dan Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, saat acara rilis temuan survei LSI terkait modal dan tantangan kebebasan sipil, intoleransi, dan demokrasi, di pemerintahan Jokowi periode kedua, di Kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Ahad, 3 November 2019. Tempo/Egi Adyatama

TEMPO.CO, Jakarta - Tren buruk intoleransi dan menurunnya kebebasan sipil di Indonesia yang stagnan menjadi pekerjaan rumah utama pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi - Ma'ruf Amin.

Lembaga Survei Indonesia menyebut dua poin ini menjadi indikator yang menunjukkan pondasi demokrasi Indonesia belum banyak berkembang.

"Salah satu yang melatarbelakangi riset kami, ini adalah bagian dari riset yang lebih besar, pertama memang ada kekhawatiran makin menguatnya gejala mengedepankan stabilitas demi pembangunan ekonomi," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, saat merilis hasil survei, di Kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Ahad, 3 November 2019.

Hasil riset yang digelar pada 8-17 September itu, menunjukkan bahwa dari indikator intoleransi, terjadi stagnasi tren buruk dari tahun lalu. Djayadi mengatakan tak ada perbaikan dalam indikator intoleransi beragama dan berpolitik.

"Jika dibandingkan 2017 dan 2016 tampak situasi sekarang yang lebih buruk, khususnya dalam kehidupan berpolitik," ujar Djayadi.

Advertising
Advertising

Survei itu menunjukkan dari segi non politik (religius - kultural), masih ada 53 persen warga muslim yang keberatan terhadap pembangunan rumah ibadah non muslim. Hanya ada 36,8 persen yang mengaku tak keberatan. Tren positif hanya ditemukan ketika responden ditanyai jika non muslim mengadakan acara keagamaan di sekitar mereka. Hasilnya yang keberatan hanya 36,4 persen, sedang yang tidak keberatan 54 persen.

Sedangkan dari segi politik, Djayadi mengatakan masih tinggi angka warga muslim mayoritas yang keberatan jika non muslim menjadi kepala pemerintahan, mulai dari tingkat kota/kabupaten, hingga Presiden. Ada 56,1 persen masyarakat yang berkeberatan, dan hanya 31,3 persen yang sepakat.

"Tingkat intoleransi religius - kultural cenderung stagnan atau menurun. Tren penurunan tampak berhenti di 2017. Jadi secara umum belum ada perbaikan dalam indikator beragama dan berpolitik," kata Djayadi.

Dari indikator kebebasan sipil, merujuk survei Saiful Mujani Research Center (SMRC) pada Mei, Djayadi mengatakan penurunan kebebasan sipil juga turut terjadi. Publik yang menganggap bahwa masyarakat saat ini takut bicara tentang politik mencapai 43 persen. Padahal pada 2014, angkanya masih di 24 persen.

Angka persepsi masyarakat yang menilai masyarakat takut berorganisasi juga naik dari 10 persen pada 2014, menjadi 21 persen. Bahkan angka ketakutan masyarakat terkait kebebasan beragama juga meningkat menjadi 13 persen, dari 2014 yang 7 persen.

"Kabinet yang baru diumumkan juga seolah-olah mengonfirmasi itu. Misalnya dipilihnya Menteri Agama yang berlatar belakang tentara, itu menimbulkan pertanyaan apakah isu kebebasan sipil, toleransi, dan radikalisme akan dihadapi dengan pendekatan, bukan hanya lewat stabilitas, tapi juga keamanan," kata dia.

Menanggapi hasil survei ini,Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodharwani, mengatakan sebenarnya masyarakat tak perlu khawatir dengan jaminan adanya kebebasan sipil. Selama ini, kata dia, kebebasan sipil selalu dipagari dengan regulasi atau pendekatan hukum yang jelas.

"Dalam artian tak ada orang yang kebal dengan hukum. Kalau Presiden mengatakan hukum yang tak tebang pilih, saya rasa harus dilihat dalam konteks itu," kata Jaleswari.

Meski begitu, Djayadi mengatakan masih ada modal bagi Jokowi - Ma'ruf untuk memulai awal pemerintahan mereka. Dalam survei yang sama, LSI menemukan dalam tiga tahun terakhir tren penguatan identitas kebangsaan menguat. Hal ini seiring dengan pelemahan identitas keagamaan dan kesukuan.

"Tingkat kepuasan masyarakat terhadap Presiden Jokowi juga masih baik, di level 70 persen. Dan yang tak kalah penting, komitmen warga terhadap demokrasi masih tinggi, di atas 80 persen pada 2019," kata Djayadi.

Berita terkait

Presidential Club Bentukan Prabowo Bisa Buka Peluang Jokowi Cawe-cawe di Pemerintahan Mendatang?

10 jam lalu

Presidential Club Bentukan Prabowo Bisa Buka Peluang Jokowi Cawe-cawe di Pemerintahan Mendatang?

Adapun rencana membentuk Presidential Club diungkap oleh juru bicara Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak.

Baca Selengkapnya

Respons DPR atas Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

10 jam lalu

Respons DPR atas Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

Anggota DPR Saleh Partaonan Daulay menilai perlu usaha dan kesungguhan dari Prabowo untuk menciptakan presidential club.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Pemilik Sepatu Bata hingga Jokowi Minta Timbal Balik Ekonomi

11 jam lalu

Terkini Bisnis: Pemilik Sepatu Bata hingga Jokowi Minta Timbal Balik Ekonomi

Siapa pemilik merek sepatu Bata yang pabriknya tutup di Purwakarta?

Baca Selengkapnya

Habiburokhman Sebut Ide Prabowo Bikin Presidential Club Sudah Sejak 2014

11 jam lalu

Habiburokhman Sebut Ide Prabowo Bikin Presidential Club Sudah Sejak 2014

Prabowo disebut memiliki keinginan untuk secara rutin bertemu dengan para presiden sebelum dia.

Baca Selengkapnya

Jokowi Beri Dua Catatan di Rapat Evaluasi Mudik Lebaran 2024

11 jam lalu

Jokowi Beri Dua Catatan di Rapat Evaluasi Mudik Lebaran 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya mengatakan 242 juta masyarakat melakukan perjalanan mudik lebaran tahun ini.

Baca Selengkapnya

Dahnil Anzar Yakin Prabowo Bisa Cairkan Komunikasi Jokowi-Megawati-SBY

11 jam lalu

Dahnil Anzar Yakin Prabowo Bisa Cairkan Komunikasi Jokowi-Megawati-SBY

Dahnil menilai Prabowo punya kemampuan untuk menghubungkan mereka.

Baca Selengkapnya

Jokowi dan Gibran Kompak Bilang Begini soal Wacana Presidential Club Usulan Prabowo

12 jam lalu

Jokowi dan Gibran Kompak Bilang Begini soal Wacana Presidential Club Usulan Prabowo

Wacana presidential club yang sebelumnya disampaikan Juru Bicara Prabowo mendapat respond dari Jokowi dan Gibran.

Baca Selengkapnya

Fakta Miris Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Menkes: Jadi Masalah Hampir 80 tahun

13 jam lalu

Fakta Miris Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Menkes: Jadi Masalah Hampir 80 tahun

Jokowi menyebut pemerintah baru mampu mencetak 2.700 dokter spesialis per tahun. Sementara pemerintah membutuhkan 29 ribu dokter spesialis.

Baca Selengkapnya

Jokowi: Harus Ada Timbal Balik Ekonomi dari Program Pemerintah

15 jam lalu

Jokowi: Harus Ada Timbal Balik Ekonomi dari Program Pemerintah

Presiden Joko Widodo atau Jokowi berharap Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 sesuai dengan program pembangunan yang telah direncanakan

Baca Selengkapnya

Jokowi Curhat Alat Kesehatan di Daerah Tersedia, tapi Minim Dokter Spesialis

16 jam lalu

Jokowi Curhat Alat Kesehatan di Daerah Tersedia, tapi Minim Dokter Spesialis

Presiden Jokowi menyayangkan daerah kepulauan maupun daerah terpencil dia tak menemukan tenaga dokter spesialis.

Baca Selengkapnya