PBNU Tak Sepakat Wacana Pelarangan Cadar dari Menag Fachrul Razi
Reporter
Antara
Editor
Juli Hantoro
Jumat, 1 November 2019 16:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Khatib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Asrorun Niam mengatakan, faktor keamanan tidak cukup menjadi pembenaran untuk melakukan pelarangan penggunaan cadar seperti yang diwacanakan oleh Menteri Agama Fachrul Razi.
"Penyelesaian masalah itu harus berakar dari pemahaman masalah secara utuh, tidak bisa generalisir. Pertimbangan keamanan semata tidak cukup menjadi faktor pembenaran untuk melakukan apa saja. Harus ada koridornya," ujar Asrorun ketika dihubungi di Jakarta, pada Jumat, 1 November 2019.
Menurut dia, maksud baik harus dilakukan dengan cara yang baik juga. Asrorun mengatakan dia dapat memahami spirit dari wacana yang disampaikan oleh Menag Fachrul Razi.
Namun, kata dia, pelarangan penggunaan niqab atau cadar di kawasan lembaga dan instansi pemerintah juga bukanlah jalan keluar untuk penanganan terorisme dan radikalisme.
"Harus dilakukan penguraian masalah sebelum melakukan penanganan agar tepat sasaran, jangan hanya sekedar penyederhanaan masalah," ujar Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia itu.
Bisa saja, kata Asrorun, kasus radikalisme terjadi karena kesalahan cara pandang agama, ada kalanya juga karena faktor ekonomi dan faktor politik. Jadi, kata dia, tidak bisa menyederhanakan permasalahan hanya dengan pelarangan cadar atau menggunakan celana cingkrang.
Menurut Asroun, penggunaan burka, cadar atau celana cingkrang adalah persoalan aksesori yang tidak bisa distigmakan dan diasosiasikan sebagai terorisme atau radikalisme. Apalagi, ujar dia, karena ketiga hal tersebut memiliki basis keagamaan.
Sebelumnya, Menag Fachrul Razi mengutarakan rencana pelarangan penggunaan niqab atau cadar untuk masuk ke kantor lembaga atau instansi pemerintah.
"Langkah tersebut diambil atas dasar keamanan setelah terjadi penusukan mantan Menkopolhukam Wiranto," kata Menag Fachrul.
Rencana itu sendiri masih dalam tahap kajian, tapi dapat diajukan oleh Kementerian Agama karena alasan keamanan tersebut.
Menanggapi alasan itu, Asrorun mengatakan bahwa idealnya dalam penanganan terorisme dan radikalisme, Kementerian Agama bisa menggunakan pendekatan religius dibandingkan alasan keamanan.
"Karena kementerian keagamaan, idealnya penanganan terorisme dan radikalisme adalah dengan pendekatan keagamaan, religious approach. Kalau security approach itu bagian dari petugas keamanan," kata pria yang juga menjadi dosen pascasarjana di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu.