Fakta-fakta Kasus Wawan yang Segera Disidangkan
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Dwi Arjanto
Rabu, 9 Oktober 2019 03:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah menyelesaikan penyidikan untuk kasus tindak pidana pencucian uang atau TPPU dengan tersangka Tubagus Chaeri Wardhana. /Pria yang akrab disapa Wawan ini merupakan adik dari mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan juga suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
Penyidik KPK pada hari ini akan menyerahkan kasus Wawan dan berkas tiga perkara ke penuntutan atau tahap II. Tiga perkara yang diserahkan, yakni korupsi pengadaan alat kesehatan kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun Anggaran 2012, korupsi pengadaan sarana dan prasarana kesehatan di lingkungan Pemprov Banten Tahun 2011-2013, dan TPPU.
"Persidangan direncanakan akan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Juru bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa, 8 Oktober 2019.
Berikut fakta-fakta kasus yang menjerat Wawan;
- Terjerat Tiga Kasus Korupsi, Diperiksa 23 Kali dan Libatkan 553 Saksi
KPK menjerat Wawan dalam tiga kasus korupsi yakni; korupsi pengadaan alat kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Selatan pada 2012, korupsi pengadaan sarana-prasarana kesehatan di Provinsi Banten 2011-2013 dan TPPU.
<!--more-->
Khusus untuk penyidikan TPPU Wawan, KPK telah memulainya sejak Januari 2014. Lamanya proses penyidikan, kata Febri, dibutuhkan karena banyaknya data yang mesti dikumpulkan KPK. Selama proses itu, KPK telah memeriksa Wawan sebanyak 23 kali, dan memeriksa 553 saksi.
KPK menduga, sejak 2006-2013, Wawan menggunakan perusahannya PT Bali Pasific Pragama dan perusahaan lainnya untuk mendapatkan 1.105 kontrak proyek di lingkungan pemerintah Provinsi Banten. Total nilai kontrak itu ditaksir mencapai Rp 6 triliun. KPK menduga Wawan memanfaatkan hubungan kekerabatannya dengan kakaknya, mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan pejabat lainnya di sekitar wilayah Banten untuk mendapatkan proyek tersebut.
Perkara ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan yang dilakukan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada 2013. Kala itu, KPK menyangka Akil menerima Rp 1 miliar dari Wawan untuk mengatur sidang gugatan Pemilihan Kepala Daerah Lebak, di MK. Saat penyidikan, KPK menemukan fakta bahwa uang suap yang dipakai Wawan berasal dari PT Bali Pasific Pragama.
Dalam perkara itu, Akil dihukum penjara seumur hidup, sementara Wawan dihukum 7 tahun penjara di tingkat kasasi. Kini Wawan akan segera kembali dihadapkan ke pengadilan dalam kasus TPPU.
- Miliaran Aset Disita
Dalam proses penyidikan kasus tersebut KPK menyita aset senilai Rp 500 miliar milik Wawan. "Sampai saat ini, KPK menyita sejumlah aset dengan nilai sekitar Rp 500 miliar," kata Juru bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa, 8 Oktober 2019.
Febri mengatakan, aset tersebut berupa uang tunai senilai Rp 65 miliar, serta 68 unit mobil dan motor. Selain itu, KPK turut menyita aset berupa tanah, apartemen dan rumah berjumlah 175 unit yang berlokasi di Jakarta hingga Australia.
- Penyidikan Memakan Waktu Lama dan Butuh Kerjasama Lintas Negara
Untuk Kasus TPPU, KPK menyatakan penyidikan kasus Wawan membutuhkan waktu sekitar lima tahun karena tim harus mengidentifikasi secara rinci proyek-proyek yang dikerjakan, dugaan keuntungan yang didapatkan tidak semestinya, aliran dana, dan penelusuran aset yang berada di sejumlah lokasi.
Untuk kasus ini, KPK juga membutuhkan kerja sama lintas negara karena ditemukan aset-aset yang berada di Australia."Selama kurun waktu 2014-2019, penyidik telah melakukan analisa atas aset-aset milik Wawan dan PT BPP serta perusahaan terafilliasi lainnya untuk membuktikan keterkaitannya dengan hasil kejahatan yang berasal dari keuntungan proyek dan unsur-unsur pasal tindak pidana korupsi dan TPPU," kata Juru bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa, 8 Oktober 2019.