Tragedi Wamena, Din Syamsuddin Desak Pemerintah Segera Bertindak
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Juli Hantoro
Sabtu, 28 September 2019 14:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia M. Sirajuddin Syamsuddin atau Din Syamsuddin menyampaikan keprihatinan atas jatuhnya korban tewas dan luka akibat kerusuhan di Wamena pada Senin lalu, 23 September 2019. Dia pun mendesak pemerintah segera menangani dan memulihkan keadaan.
"Memesankan kepada semua pihak, khususnya pemangku amanat baik pemerintah maupun wakil rakyat, agar segera menanggulangi keadaan dengan penuh kesadaran akan kewajiban dan tanggung jawab," kata Din lewat keterangan tertulis, Sabtu, 28 September 2019.
Unjuk rasa yang digelar di Wamena pada Senin lalu itu berujung kerusuhan. Massa membakar dan merusak berbagai fasilitas umum. Massa juga menyerang warga Wamena. Hingga saat ini korban mencapai 33 orang.
Din mengatakan, gerakan protes di Wamena itu tak terlepas dari insiden rasisme di Surabaya dan Malang, Jawa Timur. Insiden itu memicu aksi unjuk rasa di Sorong, Manokwari, Jayapura, Jakarta, dan tempat-tempat lainnya yang memprotes ketidakadilan hingga menuntut kemerdekaan.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini mengatakan gerakan tersebut seharusnya bisa diatasi dan diantisipasi sejak awal dengan menindak cepat dan tegas insiden rasisme di Surabaya. Dia pun menyesalkan respons aparat keamanan dan penegakan hukum yang dinilainya lamban dan tidak adil.
Menurut Din, negara sama saja tak hadir membela rakyat jika kondisi tersebut terus berlangsung. Negara juga gagal menjalankan amanat konstitusi, serta berperilaku tidak adil menghadapi aksi unjuk rasa yang sebenarnya dijamin dalam demokrasi.
"Pemerintah terjebak ke dalam sikap otoriter dan represif yang hanya akan mengundang perlawanan rakyat yang tidak semestinya," kata dia.
Din Syamuddin berpandangan negara harus menghindari sikap otoriter. Negara tak boleh merasa benar sehingga merasa berhak bertindak represif terhadap warganya, atau membiarkan warganya saling bertikai di lapangan.
"Hindari perasaan benar sendiri bahwa negara boleh dan bisa berbuat apa saja, baik 'membunuh rakyatnya' atau 'membiarkan rakyatnya dibunuh oleh sesama dan negara tidak bisa berbuat apa-apa'," kata Din.
Aksi unjuk rasa berujung kerusuhan terjadi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua pada Senin 23 September lalu. Dalam peristiwa itu, puluhan orang dikabarkan meninggal, termasuk tenaga medis dan anak-anak. Massa membakar dan menyerang kantor bupati, permukiman, hingga pasar.