Gelombang Demonstrasi Mahasiswa, Menggulung Dominasi DPR
Reporter
Tempo.co
Editor
Jobpie Sugiharto
Rabu, 25 September 2019 11:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Demonstrasi mahasiswa bak gelombang laut yang membesar menjadi ombak tinggi. Protes atas substansi sejumlah rancangan undang-undang yang tengah digarap DPR bersama Pemerintah menjadi pemicu mereka turun ke jalan di sejumlah kota besar di Indonesia.
Unjuk rasa besar dimulai pada Senin lalu, 23 September 2019, terutama Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Orasi-orasi mereka menekan DPR yang dinilai tak mendengarkan aspirasi rakyat.
Keesokan harinya demonstrasi berlanjut dengan skala lebih besar di sejumlah daerah yang berakhir ricuh.
"Daerah-daerah panas” tersebut adalah Jakarta, semarang, Surakarta, Malang, Pamekasan, Bandung, Medan, Makassar, Palopo, Sinjai,Palembang, dan Jayapura. Total ratusan korban luka ringan dan parah dari kalangan mahasiswa akibat dihalau aparat keamanan.
Sasaran demo mereka seragam, yakni gedung parlemen di daerah masing-masing. Khusus di Jakarta aksi digelar di depan Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto. Protes terutama dipicu pengesahan revisi UU KPK dan substansi RKUHP alias revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pelemahan pemberantasan korupsi serta sejumlah substansi RKUHP yang dinilai mengintervensi wilayah privat menjadi isu utama. Masalah berikutnya adalah RUU Pemasyarakatan yang mempermudah syarat remisi dan pembebasan bersyarat narapidana kejahatan luar biasa, termasuk korupsi dan teroris.
Penundaan pengesahan di DPR dan pembahasan ulang lima rancangan undang-undang tak membuat gelombang demonstrasi surut.
Dalam demonstrasi di depan Gedung DPR, mahasiswa gabungan dari beberapa perguruan tinggi berupaya mendobrak pagar karena ingin bertemu dengan Pimpinan DPR untuk menyampaikan aspirasi. Tapi gayung tak bersambut.
Mahasiswa sempat memblokade jalan tol pada Selasa malam lalu. Sejak itu bentrokan terus terjadi. Berdasarkan pantauan Tempo, mahasiswa sudah mulai mundur sejak pukul 22.00 WIB, Selasa malam.
Sekitar pukul 23.00, mahasiswa yang mengenakan jaket almamater sudah tak terlihat di sekitar Gedung DPR.
Meski begitu hingga pukul 01.00 pada Rabu dinihari, 25 September 2019, massa masih melakukan kerusuhan di sekitar rel Stasiun Palmerah, Jakarta Barat, seberang Gedung DPR.
Tempo melihat massa tersebut bukanlah mahasiswa yang mengenakan almamater, melainkan warga sekitar yang terus melempari Gedung DPR dengan batu-batu rel. Bahkan, mereka membakar beberapa motor yang terparkir pertigaan rel.
"Bakar-bakar," teriak mereka tak henti-hentinya.
<!--more-->
Sementara itu, polisi terus menembakkan gas air mata menghalau massa. Tembakan demi tembakan tidak digubris, massa terus melemparkan batu ke gedung DPR.
Mahasiswa Universitas Trisakti peserta unjuk rasa di DPR menegaskan bahwa massa yang rusuh itu bukanlah mahasiswa. "Bisa saya pastikan ini bukan dilakukan oleh mahasiswa," kata Wakil Presiden Mahasiswa Trisakti Dheatantra Dimas kepada pers pada Selasa malam.
Pos Polisi Subsektor Palmerah tersebut dibakar massa sekitar pukul 21.13 tadi malam, Selasa, 24 September 2019, di tengah demo di DPR. Massa yang sebagian mahasiswa tersebut mengamuk karena dipukul mundur polisi dengan gas air mata.
Massa bubar total sekitar pukul 02.00. "Tadi massa yang entah dari mana itu bubar setelah berkali-kali kami tembakkan gas air mata," ujar seorang polisi kepada Tempo.
Di halaman pos polisi itu berserakan beberapa bangkai sepeda motor yang musnah terbakar. Tinggal kerangka.
Di sepanjang jalan sekitar rel kereta Stasiun Palmerah, beberapa kerangka motor juga teronggok. Tempo menghitung setidaknya ada 16 kerangka motor yang ludes terbakar.
Salah satunya milik Anka Fadly Alrizky, 21 tahun. "(Kalau) Gua nanya (ke polisi), gua dikira ikutan demo," ucapnya.
Pos Polisi di Jalan Gerbang Pemuda, Senayan, pun hangus terbakar pada pukul 19.00. Sedangkan dua unit gardu di Gerbang Jalan Tol Pejompongan.dibakar sekitar pukul 20.30. Satu unit tiang listrik di kawasan Gelora Bung Karno sampai mengeluarkan api karena dirusak massa sekitar pukul 21.00.
Mahasiswa mulai meninggalkan Gedung DPR RI sekitar pukul 21.00. Di sekitar Simpang Susun Semanggi, 11 bus Metro Mini mengangkut ratusan mahasiswa ke arah Pancoran.
Di lokasi yang sama, ratusan anggota Brimob sedang menyusun barikade. Anggota Brimob mengakomodasi mahasiswa yang memakai jaket almamater Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) itu untuk pulang.
Polisi memanggil mahasiswa yang masih belum naik ke bus Metro Mini. Para mahasiswa tersebut juga berpamitan kepada anggota Brimob dan menyanyikan lagu sayonara.
"Sampai ketemu besok ya, Pak. Hidup mahasiswa!," teriak mahasiswa dari atap bus. "Hidup mahasiswa!," jawab Brimob.
<!--more-->
Di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi berunjuk rasa pada pukul 13.00 WITA-18.00 di kantor DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumohardjo.
Demo mahasiswa berlanjut di Jalan AP Pettarani, Sultan Alauddin, dan Jalan Urip Sumohardjo hingga malam hari. Terjadi saling lempar batu antara mahasiswa dan aparat di flyover yang mengakibatkan tiga mobil polsii hancur.
Polisi juga menyisir masuk kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), dan Universitas Muslim Indonesia (UMI) hingga pukul 22.30. Bahkan polisi menyerbu masuk hingga ke dalam masjid di samping Gedung DPRD Sulsel.
"Pelaku bersembunyi dalam masjid, jadi petugas menangkapnya," ucap juru bicara Polda Sulsel Komisaris Besar Dicky Sondani.”Polda mohon maaf atas insiden ini.”
Tak cuma mahasiswa yang jadi sasaran pemukulan oleh aparat, tiga jurnalis di Makassar pun jadi korban. Polisi memukuli secara beringas ketika mereka meliput demo mahasiswa.
Ketiga wartawan yang menjadi korban adalah Muhammad Darwin Fathir jurnalis Antara, Saiful (inikata), dan Ishak Pasabuan (Makassartoday). Darwin mengalami robek di kepala dan bibir sehingga dilarikan ke Rumah Sakit Awal Bros.
Unjuk rasa pada Senin lalu, 23 September 2019, di Bandung memanassekitar pukul 18.30. Kala itu ribuan mahasiswa yang mencoba masuk ke kantor DPRD Jawa Barat dibarikade oleh polisi.
Mahasiswa kemudian mencoba mendorong aparat kepolisian yang memakai tameng. Akhirnya kerusuhan terjadi dengan diawali adu pukul antara mahasiswa dan aparat saat mereka saling dorong.
Walhasil sembilan polisi dan 87 mahasiswa terluka.
Kepala Polda Jawa Barat Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi mengatakan, aparat kepolisian yang terluka dievakuasi ke Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih, Kota Bandung. Sedangkan korban dari pihak mahasiswa dilarikan ke kampus Universitas Islam Bandung (Unisba), Jalan Tamansari, dan sejumlah rumah sakit.
Para petugas PMI Kota Bandung juga sudah bersiaga di Unisba untuk membantu penanganan medis. " Alhamdulillah kami bisa berbuat dengan baik," kata Rektor Unisba Edi Setiadi.
Aksi berlanjut pada Selasa, 24 September 2019. Polisi menembakkan gas air mata dan menyemburkan air ke arah para mahasiswa di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Bandung.
Polisi mengusir mahasiswa di arah barat, sedangkan personil TNI memukul mundur pendemo di arah timur. Demonstran pun mulai membakar pembatas jalan dan seketika api pun berkobar. Namun tak lama kemudian api dipadamkan personil TNI.
Pemerintah bereaksi atas demo mahasiswa itu. Menkopolkam Wiranto mengatakan demonstrasi hanya membuang energi sebab Presiden Jokowi sudah menunda pengesahan lima RUU dan akan dibahas oleh anggota DPR periode 2019-2014. Anggota DPR periode 2014-2019 yang membahas sebelumnya akan berakhir masa kerjanya pada 1 Oktober nanti.
Adapun Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko meminta masyarakat dan mahasiswa yang berunjuk rasa tetap mengedepankan sopan santun dengan tidak menghina Presiden Jokowi. Menurut dia, Jokowi saat ini sedang menghadapi banyak masalah.
"Harapan saya kita harus punya empati seperti itu. Jangan, lah, presiden yang menghadapi situasi yang tidak mudah ditambah lagi dengan hal-hal seperti itu. Tulisan-tulisan itu harus mencerminkan bangsa yang beradab," katanya di kantornya, Gedung Bina Graha, pada Selasa laly, 24 September 2019.
Menurut Moeldoko, Jokowi sedang memikirkan semua permasalahan, mulai dari kondisi keamanan di Papua hingga kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan. "Menghadapi Papua penuh keprihatinan, menghadapi Karhutla penuh keprihatinan.”