Ada Cara Gampang Tunda UU KPK, Desmond: Jokowi Niat Enggak?
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Juli Hantoro
Senin, 23 September 2019 08:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Desmond J. Mahesa mengatakan sebenarnya mudah saja jika Presiden Jokowi ingin menunda Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK hasil revisi. Menurut dia, cara yang paling gampang adalah dengan tidak mencatatkannya di lembaran negara.
"Presiden tidak mencatat di lembaran negara, UU itu secara fiksi hukum tidak berlaku. Kalau tidak dicatatkan dalam LN tidak diberi nomor saja UU itu tidak berlaku," kata Desmond kepada Tempo, Ahad malam, 22 September 2019.
Fiksi hukum adalah asas di mana setiap warga negara sudah memahami hukum. Jika tidak dicatatkan dalam lembaran negara, kata Desmond, UU KPK hasil revisi itu otomatis stagnan dan tak akan berlaku sempurna.
Menurut Desmond, cara ini lebih elegan ketimbang menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) seperti yang menjadi desakan masyarakat sipil belakangan ini. Sebab penerbitan perppu tetap memerlukan persetujuan DPR.
Proses politik memerlukan waktu lama, belum lagi jika pada ujungnya DPR menolak. Desmond menilai hal ini hanya akan menambah keresahan dan kemarahan masyarakat yang menolak revisi UU KPK.
"Kalau DPR menolak, rempong lagi, waktu, emosi masyarakat," ucapnya.
Namun Desmond menyebut penundaan UU KPK yang sudah disahkan pada 17 September lalu itu bergantung kepada presiden. Dia mempertanyakan jangan-jangan Jokowi sebenarnya tak punya keinginan untuk menguatkan KPK.
Desmond mengaitkan UU KPK dengan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinyatakan ditunda oleh Jokowi. Desmond sebelumnya menyatakan, penundaan RKUHP seharusnya diiringi penundaan RUU Pemasyarakatan dan UU KPK, sebab ketiganya satu napas.
"Pertanyaannya, Pak Jokowi punya niat menunda juga enggak terhadap UU KPK ini? Jangan-jangan seperti tuduhan masyarakat sipil, mengalihkan isu saja. Seolah-olah dia tunda RKUHP tapi KPK di tangan dia," ujar politikus Gerindra ini.
Partai Gerindra, kata Desmond, pada prinsipnya tak keberatan dengan revisi UU KPK asal tak mengamputasi kewenangan dan independensi KPK. Gerindra mulai protes ketika pemerintah menginginkan dewan pengawas KPK ditunjuk oleh presiden.
Fraksi partai berlambang burung garuda ini sempat mengusulkan agar dewan pengawas dibentuk dengan komposisi dua orang ditunjuk DPR, dua ditunjuk pemerintah/presiden, dan satu orang dari internal KPK, yakni ketua KPK ex officio sebagai dewan pengawas. Namun pada akhirnya UU KPK diketok dengan pembentukan dewan pengawas tetap menjadi kewenangan presiden.
"Sesudah dewan pengawas itu semuanya ditunjuk Jokowi, itu jelas-jelas ada pengendalian. Jelas ada rezim perizinan yang di bawah kekuasaan," kata dia.