8 Pasal yang Menyebabkan Jokowi Ingin Pengesahan RKUHP Ditunda

Minggu, 22 September 2019 08:28 WIB

Ratusan Mahasiswa menggelar aksi menolak RUU KUHP dan UU KPK yang baru di deoan gerbang pintu gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis, 19 September 2019. Dalam aksi tersebut mereka menolak RKUHP dan UU KPK yang baru disahkan. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta pengesahan pengesahan RKUHP ditunda. Jokowi mengatakan ada 14 pasal bermasalah yang menurutnya harus dikaji ulang.

"Saya lihat materi yang ada, substansi yang ada kurang lebih 14 pasal," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat, 20 September 2019.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly langsung mengklarifikasi sejumlah pasal bermasalah RKUHP. Menurut Yasonna, hanya ada delapan pasal yang sering disalahtafsirkan di masyarakat.

"KUH Pidana ini empat tahun dibahas pakar dengan mendalam, mempertimbangkan banyak hal," kata Yasonna dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 20 September 2019.

Berikut pasal-pasal yang diklarifikasi Yasonna.

1. Penghinaan presiden dan wakil presiden (Pasal 218)

Advertising
Advertising

Yasonna menegaskan bahwa pasal ini merupakan delik aduan. Pelaporan harus dilakukan secara tertulis langsung oleh presiden/wakil presiden melalui kuasa hukum. Pidana dikecualikan jika dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Yasonna mengatakan, istilah yang digunakan bukan penghinaan, tetapi penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden/wakil presiden yang pada dasarnya merupakan penghinaan menyerang nama baik atau harga diri presiden atau wakil presiden di muka umum, termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah.

Yasonna juga mengklaim ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik atau pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah. Penyerangan harkat dan martabat wakil negara sahabat disamakan dengan pengaturan penyerangan harkat dan martabat presiden/wakil presiden.

2. Pembiaran unggas masuk ke kebun orang lain (Pasal 278)

Yasonna mengatakan, pasal ini juga ada di KUHP sebelumnya tepatnya Pasal 548. Dia mengklaim, di wilayah pedesaan pasal ini masih diperlukan untuk melindungi para petani.

Dalam Pasal 548 KUHP lama peninggalan kolonial Belanda ini, disebutkan barang siapa tanpa wewenang membiarkan unggas ternaknya berjalan di kebun, di tanah yang sudah ditaburi, ditugali atau ditanami, diancam dengan pidana denda paling banyak Rp 225.

Adapun Pasal 549 KUHP lama berbunyi, barang siapa tanpa wewenang membiarkan ternaknya berjalan di kebun, di padang rumput atau di ladang rumput atau di padang rumput kering, baik di tanah yang telah ditaburi, ditugali atau ditanami atau yang hasilnya belum diambil, ataupun di tanah kepunyaan orang lain oleh yang berhak dilarang dimasuki dan sudah diberi tanda larangan yang nyata bagi pelanggar, diancam dengan pidana denda paling banyak RP 375 juta. Di RKUHP, ketentuan pidana dendanya yaitu kategori II atau Rp 10 juta.

3. Mempertunjukkan alat kontrasepsi (Pasal 414)

Yasonna mengatakan ketentuan ini untuk memberikan perlindungan kepada anak agar terhindar dari seks bebas. Kata dia, pasal ini tak menjerat orang yang sudah dewasa. Yasonna pun mengklaim ada beberapa pengecualian misalnya kampanye alat kontrasepsi ini dilakukan terkait program Keluarga Berencana (KB), pencegahan penyakir menular, kepentingan pendidikan, dan ilmu pengetahuan.

Ketentuan dalam RKUHP ini juga dikecualikan jika yang melakukan hal tersebut adalah relawan yang kompeten dan ditunjuk oleh pejabat yang berwenang. Yasonna mengklaim aturan ini juga ada dalam UU Kesehatan, tetapi tak merujuk pasal spesifik yang dia maksud.

Dalam Pasal 414 RKUHP, disebutkan setiap Orang yang secara terang terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada nak dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I atau Rp 1 juta.

Yasonna menekankan pidana ini lebih ringan daripada di KUHP lama, yaitu pidana penjara 2 bulan dan denda paling banyak Rp 3 ribu.

4. Perzinaan (Pasal 417)

Menkumham menjelaskan perzinaan yang dimaksud dalam pasal ini adalah dalam konteks nilai-nilai masyarakat Indonesia dan bukan masyarakat di kota-kota besar. Pasal perzinaan ini juga merupakan delik aduan. Adapun yang bisa menjadi pengadu adalah orang tua, istri, suami, atau anak. Yasonna berujar pasal ini juga tak terkait dengan perceraian.

Pasal perzinaan merupakan salah satu dari pasal-pasal kesusilaan yang ada di RKUHP. Keberadaannya dikritik karena negara dianggap terlalu mencampuri urusan privat warga negaranya.

<!--more-->

5. Kohabitasi atau kumpul kebo (Pasal 418)

Seperti pasal zina, pasal kumpul kebo ini juga dikritik karena negara dianggap terlalu masuk ke ranah privat. Dalam klarifikasinya, Yasonna hanya mengatakan apa yang sudah tertuang dalam pasal dan penjelasan, yakni bahwa pasal ini merupakan delik aduan. Pihak yang bisa menjadi pengadu yakni suami, istri, orang tua, anak, atau kepala desa sepanjang mendapatkan persetujuan tertulis dari empat pihak sebelumnya. Pengaduan juga bisa ditarik.

Pasal kohabitasi ini merupakan aturan baru yang tak ada dalam KUHP sebelumnya. Dalam ketentuannya, setiap orang yang melakukan kumpul kebo dapat dipidana penjara 6 bulan atau denda paling banyak kategori II (Rp 10 juta).

6. Penggelandangan (Pasal 431)

Dalam konferensi persnya, Yasonna mempertanyakan mengapa pasal yang juga sudah ada dalam KUHP lawas ini tak dipersoalkan. Dalam kitab peninggalan Belanda itu, setiap gelandangan dapat dihukum dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Adapun dalam RKUHP, gelandangan diancam dengan pidana denda kategori I atau Rp 1 juta. Yasonna berdalih RKUHP tak merampas kemerdekaan lantaran pidana yang dikenakan hanya denda dan bukan kurungan.

Dia juga berujar dapat pula dijatuhkan pidana alternatif seperti pengawasan atau kerja sosial. Terhadap gelandangan tersebut juga dapat dikenakan tindakan misalnya kewajiban mengikuti pelatihan kerja. Namun ihwal pidana alternatif dan tindakan ini tak ada dalam pasal maupun penjelasan.

7. Aborsi (Pasal 469)

Dalam RKUHP, perempuan yang melakukan aborsi diancam hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun. Pasal ini dikritik karena dianggap abai terhadap perempuan yang menjadi korban perkosaan, serta dinilai diskriminatif karena membedakan perlakuan antara perempuan dan dokter yang melakukan pengguguran.

Dalam keterangannya, Yasonna berdalih ancaman pidana dalam RKUHP ini lebih rendah dibanding KUHP. Dalam KUHP, ancaman pidana bagi perempuan yang melakukan aborsi adalah 12 tahun.

Menurut Yasonna, jika menyangkut korban perkosaan atau ada indikasi medik untuk melakukan pengguguran, ketentuan ini dikecualikan. "Mekanisme mengacu pada UU Kesehatan," ujarnya.

Namun dalam Pasal 469-471 yang mengatur tentang aborsi, serta dalam Buku Penjelasan, tak ada ketentuan bahwa perempuan yang menggugurkan kandungan karena indikasi medik atau korban perkosaan dikecualikan dari hukuman. Yang ada, dokter yang menggugurkan kandungan karena indikasi medik atau korban perkosaan yang dikecualikan (Pasal 471).

8. Tindak pidana korupsi (Pasal 603)

Dimasukkannya tindak pidana korupsi dalam RKUHP sejak awal menuai kritik publik. RKUHP dinilai hanya akan mengaburkan kekhususan UU Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, ancaman hukuman di RKUHP pun lebih rendah daripada yang ada di UU Tipikor.

Menurut Yasonna, pasal tipikor dalam RKUHP ini merupakan sinkronisasi dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, yang mengancamkan untuk setiap orang lebih tinggi dari ancaman minimum khusus bagi penyelenggara negara.

Dia mengatakan ketentuan ini untuk melindungi pelaku yang tidak memiliki peran besar dalam tindak pidana korupsi. "Seharusnya ancaman bagi penyelenggara negara lebih berat," kata dia.

Dalam Pasal 2 UU Tipikor, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Namun dalam Pasal 603 RKUHP yang diadopsi dari Pasal 2 UU Tipikor ini, ancaman hukuman yang dikenakan adalah pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit kategori II (Rp 10 juta) dan paling banyak kategori VI (Rp 2 miliar).

Pasal 3 menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Adapun dalam Pasal 604 RKUHP yang diadopsi dari Pasal 3 UU Tipikor, ancaman hukuman yang dikenakan adalah pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit kategori II (Rp 10 juta) dan paling banyak kategori VI (Rp 2 miliar).

Selain pasal-pasal tersebut, beberapa pasal yang dikritik oleh koalisi masyarakat sipil di antaranya ketentuan hukuman mati, ketentuan tentang hukum yang hidup di masyarakat (living law), pasal tentang penyebaran ajaran Komunisme-Marxisme-Leninisme.

Berita terkait

Jefri Nichol Ikut Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja, Berikut Selebritas yang Pernah Turut Unjuk Rasa

10 April 2023

Jefri Nichol Ikut Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja, Berikut Selebritas yang Pernah Turut Unjuk Rasa

Aktor Jefri Nichol ikut demonstrasi di depan Gedung DPR menolakj UU Cipta Kerja. Selain dia, berikut beberapa selebritas yang pernah turut unjuk rasa.

Baca Selengkapnya

Kapan Mulai Berlaku KUHP Baru?

20 Februari 2023

Kapan Mulai Berlaku KUHP Baru?

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau disingkat KUHP dikabarkan akan diperbarui pada tahun 2023 ini.

Baca Selengkapnya

Alasan Jubir Tim Sosialisasi RKUHP Jadi Saksi Ringankan Richard Eliezer: Kemanusiaan

28 Desember 2022

Alasan Jubir Tim Sosialisasi RKUHP Jadi Saksi Ringankan Richard Eliezer: Kemanusiaan

Juru bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries hadir dalam persidangan Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E untuk menjadi saksi meringankan

Baca Selengkapnya

Jadi Saksi Ahli Meringankan untuk Richard Eliezer, Albert Aries: Saya Hadir Secara Pro Deo Pro Bono

28 Desember 2022

Jadi Saksi Ahli Meringankan untuk Richard Eliezer, Albert Aries: Saya Hadir Secara Pro Deo Pro Bono

Albert Aries yang dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan untuk Richard Eliezer mengatakan dia hadir dengan pro deo dan pro bono alias gratis.

Baca Selengkapnya

Menyoroti Pasal 603 dan 604 KUHP Baru, Sanksi Koruptor Jadi Ringan?

19 Desember 2022

Menyoroti Pasal 603 dan 604 KUHP Baru, Sanksi Koruptor Jadi Ringan?

Dalam KUHP baru, dimuat pula regulasi hukum tentang Tipikor, aturannya tertuang dalam Pasal 603 dan 604. Sanksi koruptor kok jadi ringan?

Baca Selengkapnya

Pengamat Nilai Partisipasi Publik dalam Pembentukan KUHP Baru Sangat Rendah

18 Desember 2022

Pengamat Nilai Partisipasi Publik dalam Pembentukan KUHP Baru Sangat Rendah

Asfinawati mengatakan bahwa derajat partisipasi publik dalam pembentukan KUHP sangat rendah, bahkan cenderung tidak bermakna.

Baca Selengkapnya

Aparat Represif saat Demo Tolak RKUHP, BEM Se-Unpad: Reformasi Polri Omong Kosong!

16 Desember 2022

Aparat Represif saat Demo Tolak RKUHP, BEM Se-Unpad: Reformasi Polri Omong Kosong!

Rilis Aliansi BEM Se-Unpad, saat kericuhan demo tolak pengesahan RKUHP itu, satu pelajar dibopong setelah dada dan kaki tertembak peluru karet polisi.

Baca Selengkapnya

Kemenkumham Sebut Tidak Ada Tumpang Tindih KUHP dengan UU Lain

16 Desember 2022

Kemenkumham Sebut Tidak Ada Tumpang Tindih KUHP dengan UU Lain

Dhahana Putra meyakinkan bahwa tidak ada tumpang tindih antara Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan undang-undang lain

Baca Selengkapnya

Sejarah Panjang Pengesahan RKUHP Lebih dari 5 Dekade

16 Desember 2022

Sejarah Panjang Pengesahan RKUHP Lebih dari 5 Dekade

Sebelum RKUHP disahkan pada 6 Desember 2022 lalu, usulan pembentukan RKUHP telah didengungkan sejak 1963 atau lebih dari setengah abad silam.

Baca Selengkapnya

KUHP Baru, Imigrasi Klaim Kedatangan WNA Stabil di Bandara Soekarno - Hatta

13 Desember 2022

KUHP Baru, Imigrasi Klaim Kedatangan WNA Stabil di Bandara Soekarno - Hatta

Data perlintasan Kantor Imigrasi Kelas I Bandara Soekarno-Hatta menunjukkan peningkatan kedatangan WNA hingga 3 ribu orang per hari pasca KUHP baru.

Baca Selengkapnya