Suasana Kota Pekanbaru dipenuhi kabut asap yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan di Pekanbaru, Riau, Rabu, 18 September 2019. Asap ini berasal dari kebakaran Lahan gambut di Rimbo Panjang yang berbatasan dengan Kota Pekanbaru. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
TEMPO.CO, Jakarta - Humanitarian Senior Advocacy Manager Save the Children Indonesia Rinsan Lumban Tobing mengatakan pemerintah luput akan keberlangsungan hidup anak-anak yang terpapar kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan. "Apa yang terjadi dengan pertumbuhannya? Apa yang terjadi dengan perkembangan paru-paru atau otak yang diasapi bertahun-tahun?" kata Rinsan di kawasan Jakarta Pusat pada Kamis, 19 September 2019.
Rinsan menjelaskan anak-anak korban kabut asap berpeluang tumbuh tidak sempurna. Tak tertutup kemungkinan ketika mereka beranjak dewasa, mereka akan lebih mudah sakit dan tidak bisa menjalani aktifitas secara maksimal.
Secara ekonomi, generasi usia mulai dari 15 tahun adalah usia produktif. Baik dalam pekerjaan, pendidikan maupun kegiatan sosial. "Ketika tidak bisa maksimal berproduktifitas, mereka akan kalah secara daya saing."
Pemerintah tidak memperhatikan dampak jangka panjang kabut asap itu terhadap anak. Jika tidak ditangani secara serius, Indonesia akan kehilangan kesempatan menjadi bangsa yang maju. "Bonus demografi tidak termanfaatkan secara maksimal. Kemungkinan beban besar akibat adanya usia produktif yang tidak produktif atau unproductive productive age)," kata Rinsan.