Workshop Jurnalis tentang "Peran Penting Jurnalisme dalam Advokasi RKUHP" di kantor LBH Pers, Kalibata, Jakarta, Selasa, 24 Juli 2018. Tempo/Rezki Alvionitasari.
TEMPO.CO, Jakarta-Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana memuat pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers dalam memberitakan sidang di pengadilan. Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform Erasmus Napitupulu mengatakan ancaman ini tertuang dalam pasal 281 draf RKUHP versi teranyar.
Poin c pasal tersebut mengatur bahwa setiap orang yang secara melawan hukum merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan segala sesuatu yang dapat memengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan akan dipidana.
Ancaman pidananya ialah maksimal satu tahun penjara dan denda kategori II, yakni Rp 10 juta. "Pasal itu tidak jelas. Dia menutup ruang kritik ke pengadilan dan hakim," kata Erasmus kepada Tempo, Rabu, 28 Agustus 2019.
Menurut Erasmus, jika tujuannya adalah menjaga wibawa pengadilan, RKUHP cukup mengatur dengan pasal-pasal yang merintangi peradilan saja. Dia menilai tak seharusnya RKUHP masuk ke isu yang tak jelas dan mengancam kebebasan pers dalam meliput dan memberitakan persidangan.
Selain poin c yang dianggap mengancam kebebasan pers, pasal 281 itu mengatur hukuman pidana terhadap orang yang (a) tidak mematuhi perintah pengadilan atau penetapan hakim yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan dan (b) bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan atau menyerang integritasa atau sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Herman Hery mengatakan akan mengecek kembali pasal-pasal yang dianggap bermasalah. Dia juga mengklaim produk perundangan tak akan melemahkan kebebasan pers dan demokrasi. "Prinsip di negara demokrasi seperti Indonesia, kebebasan pers adalah kebebasan rakyat. Jadi menurut saya tidak boleh ada pihak yang menghalang-halangi kebebasan pers termasuk produk UU," kata Herman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.