KPK Tetapkan 4 Tersangka Baru, Ini Lika-Liku Korupsi E-KTP
Reporter
Andita Rahma
Editor
Syailendra Persada
Rabu, 14 Agustus 2019 06:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka baru dalam kasus korupsi e-KTP. Mereka adalah Anggota DPR Miryam S. Haryani dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Elektronik, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Husni Fahmi.
Dua tersangka lainnya berasal dari swasta, yakni Direktur Utama Perum Percetakan Negara dan Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia, Isnu Edhi Wijaya dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang keterlibatan pihak lain dalam dugaan Korupsi KTP Elektronik," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, di kantornya, Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2019. Hingga kini, total ada 12 tersangka dalam perkara korupsi ini.
Tersangka pertama dalam kasus korupsi dengan nilai proyek sebesar Rp 5,9 triliun adalah Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto. KPK menetapkan Sugiharto sebagai tersangka pada April 2014. Seolah mandek, Sugiharto baru ditahan pada Oktober 2016.
<!--more-->
Selanjutnya KPK menetapkan eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman sebagai tersangka kedua kasus e-KTP pada September 2016. Irman ditahan pada Desember 2016.
Pascapenangkapan kedua, beberapa pihak beramai-ramai mengembalikan duit haram proyek e-KTP. Pada Februari 2017, KPK menerima pengembalian uang senilai Rp 250 miliar dari berbagai pihak, yaitu 5 korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang.
Pada Maret 2017, Sugiharto dan Irman menjalani sidang perdana. Dari beberapa persidangan, terbongkar nama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong mendominasi dakwaan jaksa sebagai pengendali bagi-bagi duit dalam kasus e-KTP. Sejak itu tampak akselerasi KPK menggenjot pengusutan kasus ini.
Tak lama, Andi kemudian menyusul Irman dan Sugiharto menjadi tersangka. Nama Andi juga saat dikaitkan kuat dengan Ketua DPR Setya Novanto yang juga muncul dalam dakwaan.
KPK menduga Andi memiliki peran aktif dalam proses penganggaran dan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dalam proyek KTP elektronik. Peranannya, yaitu dalam proses penganggaran yang bersangkutan melakukan pertemuan dengan Irman dan Sugiharto, serta sejumlah anggota DPR RI dan pejabat Kementerian Dalam Negeri terkait proses penganggaran proyek e-KTP.
Untuk mengulik sisi lain, KPK mulai menunjukkan sinyal penetapan tersangka dari klaster penganggaran yaitu DPR. Saat itu, KPK mulai memanggil kembali 20 nama saksi anggota DPR aktif dan nonaktif. Salah satunya eks Ketua Umum DPR Setya Novanto.
Juli 2017, Setya Novanto resmi ditetapkan KPK sebagai tersangka keempat. "KPK menetapkan Saudara SN, anggota DPR periode 2009-2014, sebagai tersangka terbaru kasus e-KTP," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.
<!--more-->
Agus mengatakan, Setya Novanto diduga memiliki peran dalam setiap proses pengadaan e-KTP. Mulai perencanaan, pembahasan anggaran, hingga pengadaan barang dan jasa, melalui tersangka lainnya yaitu Andi Narogong.
"Saudara SN (Setya Novanto) melalui AA (Andi Agustinus) diduga memiliki peran, baik dalam proses perencanaan, pembahasan anggaran, hingga pengadaan barang dan jasa," ucap Agus. Kemudian dalam dua hari setelah penetapan tersangka Setya Novanto, KPK 'menggandeng' anggota DPR lainnya yaitu Markus Nari.
Markus diduga meminta uang kepada Irman sebesar Rp 5 miliar. Sebagai realisasi permintaan tersebut, Markus diduga telah menerima sekitar Rp 4 miliar. Dia diduga berperan dalam memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran proyek e-KTP di DPR.
Lalu menyusul pengusaha Made Oka Masagung dan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. Made Oka diduga menjadi perantara jatah proyek e-KTP sebesar 5 persen bagi Setya Novanto melalui kedua perusahaan miliknya. Total dana yang diterima Made Oka berjumlah US$ 3,8 juta yang diteruskan kepada Novanto.
Sedangkan Irvanto, keponakan Setya Novanto itu diduga menjadi perantara suap bagi eks Ketua DPR itu. Irvanto diduga menerima total US$ 3,5 juta pada periode 19 Januari 2012 sampai 19 Februari 2012 yang diperuntukkan bagi Novanto. Uang tersebut merupakan fee sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP.
Setelah Made Oka dan Irvanto, KPK juga menetapkan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada 27 September 2017. Dia diduga ikut menyuap anggota DPR, termasuk Setya Novanto.