Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, mendengarkan penjelasan pengasuh Pondok Panti Asuhan Gus Mad (kiri) di Pondok Pesantren Yatim Piatu Dhuafa Bayi Terlantar Millinium Roudlotul Jannah, Candi, Sidoarjo, Jawa Timur, 3 Agustus 2015. Kunjungannya terkait informasi pelanggaran hak anak yang di asuh. ANTARA/Umarul Faruq
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak hingga kini masih berupaya mengadvokasi anak di bawah umur yang masih ditahan Polda Metro Jaya pascarusuh 22 Mei 2019. "Komnas sedang berusaha ingin mendampingi, karena anak patut dan punya hak didampingi apapun yang dilakukan dan disangkakan oleh kepolisian," kata Aris Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak kepada Tempo pada Rabu, 24 Juli 2019.
Advokasi Komnas akan mengusahakan tiga hal. Pertama, seorang anak di bawah umur tidak boleh diancam hukuman lebih dari 10 tahun. Komnas Perlindungan Anak akan berupaya memberikan masukan kepada kepolisian maupun jaksa dalam putusan hukuman.
Kedua, anak harus didampingi. Tanpa didiampingi akan tidak sah dan batal secara hukum dalam proses pemeriksaannya. Ketiga, penahanan anak tidak boleh dicampur dengan tahanan orang dewasa. "Kalau hakim tidak memberi akses kepada anak untuk didampingi, itu cacat hukum," kata Aris.
Dalam Hari Anak Nasional, Aris mengatakan Komnas Perlindungan Anak berkonsentrasi ingin membebaskan anak yang disangka melakukan tindakan melanggar hukum. KPA akan mengirim surat permohonan kepada Polda Metro Jaya agar dapat bertemu dan melakukan assesment terhadap 78 tahanan anak dan mengetahui pasal yang akan dikenakan.
Permohonan itu akan dikirim hari ini. “Kehadiran Komnas untuk bela anak-anak seperti itu," kata Aris.