Ketua KPU RI, Arief Budiman (kanan) saat berbincang dengan Kuasa Hukum Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, Bambang Widjojanto disela sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 18 Juni 2019. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak termohon menghadirkan saksi ahli profesor IT pertama di Indonesia, Marsudi Wahyu Kisworo dalam sidang lanjutan sengketa pilpres di Gedung MK, Jakarta pada Kamis, 20 Juni 2019.
Dalam keterangannya, Marsudi menyebut pencatatan data pada Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng KPU) bukan merupakan sumber data rekapitulasi berjenjang yang menjadi dasar penghitungan perolehan suara tingkat nasional. Situng hanyalah alat bantu yang berbasis pada teknologi informasi untuk mendukung akuntabilitas kinerja dalam pelaksanaan tahapan pemungutan penghitungan rekapitulasi, serta penetapan hasil penghitungan suara Pemilu 2019.
Hal ini dijelaskan Marsudi menyusul tuduhan kubu Prabowo bahwa telah terjadi rekayasa Situng sehingga mempengaruhi rekapitulasi suara yang merugikan pasangan nomor urut 02 itu. "Kesalahan entri mungkin ada dalam Situng, tapi Situng itu enggak ada gunanya direkayasa," ujar Marsudi ketika ditanya apakah ada kemungkinan situng direkayasa untuk mempengaruhi suara.
Menurut Marsudi, jika hendak mempengaruhi suara, maka yang semestinya direkayasa adalah pada tingkat rekapitulasi berjenjang. "Itu pun sangat sulit," ujar dia.
Dalam dalil gugatan, tim hukum Prabowo menduga telah terjadi rekayasa Situng KPU. Dalam petitumnya, mereka meminta MK membatalkan perolehan suara hasil rekapitulasi secara manual karena dugaan rekayasa Situng tersebut mempengaruhi suara paslon 02.
Sebelumnya, KPU mengakui bahwa terdapat kesalahan pencatatan data Situng. Namun, kesalahan tersebut telah diperbaiki.
Kesalahan ini pun diklaim hanya berkisar 0,00026 persen sehingga dinilai tidak signifikan jika kubu Prabowo menyimpulkan adanya rekayasa untuk melakukan manipulasi perolehan suara. Namun, KPU menegaskan bahwa pencatatan data pada Situng KPU bukan merupakan sumber data rekapitulasi berjenjang yang menjadi dasar penghitungan perolehan suara tingkat nasional.