Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid (tengah) bersama Forum Aktivis Hak Asasi Manusia memberikan keterangan kepada awak media terkait peringatan 33 tahun peristiwa pelanggaran HAM berat Tanjung Priok, di kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta, 11 September 2017. Dalam peringatan ini PAHAM mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk segera menyelesaikan peristiwa Tanjung Priok, yang menyebabkan sebanyak 55 orang luka berat, 24 orang meninggal, puluhan orang masih hilang hingga kini dan menghapus impunitas.TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia menganggap penjelasan Kepolisian mengenai temuan rusuh 22 Mei 2019 mengecewakan. Aparat dinilai tidak menjelaskan penyebab tewasnya 9 orang dalam rusuh di tengah protes pendukung Capres Prabowo Subianto ke kantor Bawaslu pada 21-23 Mei tersebut.
“Sangat mengecewakan," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 11 Juni 2019.
Usman menilai narasi yang dikembangkan Kepolisian dalam konferensi pers pada Selasa, 11 Juni 2019, justru mengarah pada perusuh melawan polisi. Menurut dia, narasi itu seolah ingin mengarahkan bahwa semua korban tewas adalah perusuh sehingga kematian mereka bisa dianggap wajar. "Ini menyakitkan bagi keluarga korban."
Amnesty International berpendapat, seharusnya polisi mengungkapkan lebih dahulu bukti-bukti penyebab kematian 9 orang. Selanjutnya, kata Usman Hamid, polisi mengumumkan siapa yang patut diduga sebagai pelaku penembakan dalam rusuh 22 Mei.
Menurut Usman Hamid, polisi belum menjelaskan dugaan kekerasan yang dilakukan personel polisi dalam menjaga demonstrasi. Kekerasan yang dimaksud adalah dugaan penyiksaan terhadap seorang laki-laki di halaman Masjid Al Huda, Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Dugaan Intimidasi terhadap Butet dan Agus Noor, Amnesty Sebut Langgar Kebebasan Berekspresi
6 Desember 2023
Dugaan Intimidasi terhadap Butet dan Agus Noor, Amnesty Sebut Langgar Kebebasan Berekspresi
Agus Noor dan seniman Butet Kartaredjasa diduga mendapatkan intimidasi dari polisi saat menggelar pertunjukan bermuatan satir politik di Taman Ismail Marzuki,