Perludem Usul Pemilu Serentak Nasional dan Daerah Terpisah

Reporter

Fikri Arigi

Editor

Juli Hantoro

Minggu, 28 April 2019 11:57 WIB

Ilustrasi Pemilu. ANTARA

TEMPO.CO, Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyarankan pemisahan antara pemilu serentak nasional dengan pemilu serentak daerah. Menurut Perludem, model ini lebih efektif, ketimbang pemilu serentak dengan lima kotak suara sekaligus seperti sekarang yang mengakibatkan banyak.

Baca juga: Bawaslu: Penyelenggara Pemilu Tak Perhitungkan Beban Kerja KPPS

Direktur Perludem Titi Anggraeni mengatakan mereka telah mengusulkan model pemilu serentak nasional dan daerah ini sejak lama. Pertimbangannya saat itu, adalah efektivitas pemerintahan, di mana penyerentakkan Pilpres dengan Pileg DPR RI dan DPD, diharapkan terjadi efek ekor jas dari calon presiden yang mendorong elektoral partai politik.

“Konsep pemilu serentak itu bukan hanya menyerentakkan tetapi ada dampak tujuan yang ingin diwujudkan dari efektivitas pemerintahan,” ujar Titi saat dihubungi, Ahad 28 April 2019.

Pemilu serentak nasional, menurut Perludem, adalah pemilu untuk memilih presiden, legislatif DPR RI, dan DPD. Sedangkan pemilu serentak daerah untuk memilih kepala daerah, DPRD Provinsi, dan Kabupaten/ Kota. Kedua pemilu ini, kata Titi, dapat dipisahkan karena secara isu, nasional dan daerah berbeda.

Advertising
Advertising

Kedua pemilu ini dipisahkan dengan jarak 30 bulan atau 2,5 tahun. Dengan alasan jarak tersebut cukup bagi penyelenggara pemilu untuk menyelesaikan satu pemilu, dan bersiap untuk mempersiapkan pemilu selanjutnya.

“Dengan demikian kita hanya ada dua pemilu saja. Penyelenggara juga lebih berkonsentrasi untuk menyiapkan segala sesuatunya,” tuturnya.

Terkait efesiensi biaya, adanya dua pemilu ini menurut Titi tak terlalu berpengaruh. Karena saat ini pun, Indonesia memiliki dua pemilu, yakni pilpres dan pileg serentak, serta Pilkada serentak nasional. Sedangkan yang membutuhkan biaya besar dari pemilu adalah logistik pencoblosan, seperti surat suara, dan upah petugas.

Baca juga: Tanya Pendukung, Sandiaga: Pemilu Sudah Jujur Adil atau Belum?

Selain itu Titi pun tak khawatir polarisasi akan semakin panjang dengan adanya dua pemilu. Menurutnya faktor polarisasi yang belakangan meruncing, adalah karena aturan ambang batas pencalonan presiden. Perludem, kata dia, menentang aturan tersebut, dan meminta peraturan itu dicabut.

“Jadi efek ekor jas itu akan maksimal kalau parpol masing-masing peserta pemilu itu boleh mengusung capres yang dia usulkan,” tuturnya.

Berita terkait

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

2 hari lalu

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

Ahli politik dan pemerintahan dari UGM, Abdul Gaffar Karim mengungkapkan sidang sengketa pilpres di MK membantu meredam suhu pemilu.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Naik Pitam Komisioner KPU Absen di Sidang Pileg: Sejak Pilpres Enggak Serius

4 hari lalu

Hakim MK Naik Pitam Komisioner KPU Absen di Sidang Pileg: Sejak Pilpres Enggak Serius

Hakim MK Arief Hidayat menegur komisioner KPU yang tak hadir dalam sidang PHPU Pileg Panel III. Arief menilai KPU tak menganggap serius sidang itu.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

5 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

Perludem Prediksi Jokowi Bakal Cawe-cawe di Pilkada 2024

7 hari lalu

Perludem Prediksi Jokowi Bakal Cawe-cawe di Pilkada 2024

Perludem menilai politisasi bansos dan mobilisasi aparat akan tetap terjadi di Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Standard Chartered Perkiraan Pertumbuhan PDB Indonesia 2024 Menjadi 5,1 Persen

7 hari lalu

Standard Chartered Perkiraan Pertumbuhan PDB Indonesia 2024 Menjadi 5,1 Persen

Standard Chartered menurunkan perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto atau PDB Indonesia tahun 2024 dari 5,2 persen menjadi 5,1 persen.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

10 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya

Junimart Minta Seleksi Petugas Badan Adhoc Pilkada Dilakukan Terbuka

10 hari lalu

Junimart Minta Seleksi Petugas Badan Adhoc Pilkada Dilakukan Terbuka

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang mengatakan, badan Adhoc Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), harus diseleksi lebih ketat dan terbuka untuk menghindari politik transaksional.

Baca Selengkapnya

Pakar Hukum Unand Beri Catatan Putusan MK, Termasuk Dissenting Opinion 3 Hakim Konstitusi

10 hari lalu

Pakar Hukum Unand Beri Catatan Putusan MK, Termasuk Dissenting Opinion 3 Hakim Konstitusi

Pakar Hukum Universitas Andalas atau Unand memberikan tanggapan soal putusan MK dan dissenting opinion.

Baca Selengkapnya

Tim Joe Biden akan Terus Gunakan TikTok untuk Kampanye Walau Dilarang DPR

11 hari lalu

Tim Joe Biden akan Terus Gunakan TikTok untuk Kampanye Walau Dilarang DPR

Tim kampanye Joe Biden berkata mereka tidak akan berhenti menggunakan TikTok, meski DPR AS baru mengesahkan RUU yang mungkin melarang penggunaan media sosial itu.

Baca Selengkapnya

Perludem Sebut MK Masih Jadi Mahkamah Kalkulator

12 hari lalu

Perludem Sebut MK Masih Jadi Mahkamah Kalkulator

Perludem menyatakan bahwa MK masih menjadi 'mahkamah kalkulator' karena putusan sengketa pilpres masih berlandaskan selisih hasil suara.

Baca Selengkapnya