Soal Usulan NU Menghapus Istilah Kafir, Begini Kata MUI
Reporter
Antara
Editor
Juli Hantoro
Selasa, 5 Maret 2019 06:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi meminta umat Islam tidak usah berlebihan dalam menanggapi hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama atau NU, terutama soal polemik kafir dan non-Muslim.
Baca juga: FPI Kritik Cara Berpikir NU yang Usul Sebutan Kafir Dihapus
"MUI mengimbau kepada umat Islam untuk tidak terjebak pada polemik yang berlebihan atas putusan Munas NU terkait dengan penyebutan orang yang beragama selain Islam dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara dengan sebutan kafir," kata Zainut kepada wartawan di Jakarta, Senin.
Dia mengajak masyarakat agar mau menghargai putusan tersebut yang merupakan ijtihad kolektif (NU) yang harus dihormati karena pasti memiliki alasan, dalil dan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara syariah maupun pertimbangan kemaslahatan umum.
Wakil Ketum MUI itu mengimbau semua pihak untuk mengembangkan sikap berbaik sangka, pemahaman positif dan sikap toleransi terhadap berbagai hasil ijtihad kolektif masyarakat.
"Sepanjang hal tersebut masih dalam koridor wilayah perbedaan (ikhtilaf) dari cabang agama (furu'iyyah) dan bukan masalah pokok dalam agama (ushuluddin)," katanya.
Menurut dia, perbedaan pendapat di kalangan umat Islam merupakan sebuah keniscayaan yang harus diterima oleh umat Islam sebagai konsekuensi dari pranata ijtihad dalam ajaran Islam yang tidak dilarang bahkan sangat dianjurkan.
"Untuk hal tersebut, MUI mengajak kepada semua pihak untuk terus menjaga persaudaraan ke-Islaman (ukhuwah Islamiyah) dan persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyyah) demi mewujudkan Islam yang 'rahmatan lil 'alamin'," katanya.
Baca juga: NU Usul Hapus Sebutan Kafir, PGI: Bisa Perkuat Persatuan Bangsa
Sebelumnya, dalam Munas Alim Ulama NU di Kota Banjar, Jawa Barat diputuskan usulan penghapusan istilah kafir untuk kaum nonmuslim di Indonesia.
Abdul Moqsith Ghazali yang jadi pimpinan sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyah mengatakan para kiai berpandangan penyebutan kafir dapat menyakiti para nonmuslim di Indonesia.
"Dianggap mengandung unsur kekerasan teologis, karena itu para kiai menghormati untuk tidak gunakan kata kafir tapi 'Muwathinun' atau warga negara, dengan begitu status mereka setara dengan warga negara yang lain," katanya di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis, 28 Februari 2019.