Aktivis Desak Realisasi Keterbukaan Pemegang Lahan HGU
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Endri Kurniawati
Kamis, 28 Februari 2019 10:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis dan kelompok masyarakat sipil mendesak direalisasikannya keterbukaan mengenai pemegang lahan berstatus hak guna usaha (HGU). "HGU itu pintu masuk untuk memetakan ketimpangan agraria," kata Peneliti Sajogjo Institute Eko Cahyono kepada Tempo, Rabu, 27 Februari 2019. Mereka menyatakan hal ini pekerjaan rumah bagi siapa pun presiden yang terpilih kelak.
Eko mengatakan ada tiga alasan perlu keterbukaan soal lahan HGU ini. Transparansi HGU ini akan memberikan informasi mengenai pemilik, lokasi, luasan, dan masa berlaku HGU milik seseorang. Informasi ini menurutnya juga dapat memetakan persoalan kemiskinan di Indonesia.
Baca:
Menurut catatan Konsorsium Pembaruan Agraria, rasio gini ketimpangan struktural di Indonesia sudah mencapai 0,68. Artinya, satu persen penduduk menguasai 68 persen aset yang ada di Indonesia, termasuk di dalam aset berupa tanah. Keterbukaan HGU penting untuk membongkar tumpang tindih peraturan yang terjadi selama ini.
Tumpang tindih regulasi ini juga terkait dengan peta kawasan yang tak sinkron. Banyak desa yang ternyata berada di dalam kawasan HGU. "Dibukanya HGU bisa membuka jungle of regulations, lalu memetakan mana regulasi yang perlu dikoreksi, direvisi, dicabut, atau diharmonisasikan," kata Eko.
Alasan ketiga, data kepemilikan HGU perlu dibuka akan menimbulkan efek domino. Menurut dia, hal itu bisa memicu keterbukaan-keterbukaan informasi lainnya yang selama ini disembunyikan.
Baca: KPK Sebut HGU Wajib Dilaporkan dalam LHKPN
Kepemilikan lahan HGU menghangat setelah calon presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakannya dalam debat calon presiden melawan Prabowo Subianto, 17 Februari lalu. Setelahnya, kedua kubu terus berdebat dan saling tuding soal kepemilikan konsesi lahan di Indonesia.
Dalam debat, Jokowi menyinggung lahan Prabowo seluas 220 ribu hektare di Kalimantan Timur dan 120 ribu hektare di Aceh Tengah. Penelurusan Tempo bersama Auriga Nusantara menemukan bisnis lingkungan dengan penguasaan lahan hampir seluas 1,1 juta hektare di berbagai daerah bertalian dengan sejumlah politikus dan pengusaha di kedua kubu.
Baca: Kubu Prabowo Tantang Jokowi Buat Aturan Soal Pengembalian Lahan
Di kubu Prabowo, calon wakil presiden Sandiaga Uno memiliki lahan melalui saham perusahaannya, PT Saratoga Investama di PT Merdeka Copper Gold yang menambang di Banyuwangi, Jawa Timur. Direktur Relawan Badan Pemenangan Nasional Ferry Mursyidan Baldan juga memiliki sejumlah perusahaan dengan penguasaan lahan sekitar 5 ribu hektare.
Di kubu Jokowi, penguasaan lahan dalam skala besar ada pada Dewan Pembina Tim Kampanye Nasional Surya Paloh (14,5 ribu hektare), Dewan Pembina TKN Oesman Sapta Odang (31,6 ribu hektare). Inisiator Tim Bravo 5, kelompok purnawirawan TNI pendukung Jokowi sejak 2014, ada Luhut Binsar Panjaitan yang menguasai 15,7 ribu hektare, Dewan Penasihat TKN Hary Tanoesoedibjo 60,95 ribu hektare, Ketua TKN Erick Thohir dan kakaknya, Garibaldi Thohir 482.171 hektare, dan Bendahara TKN Sakti Wahyu Trenggono 11,5 ribu hektare.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | KORAN TEMPO