Ma'ruf Cahyono: Silang Pendapat Soal Perda Bermuatan Syariat Harus Diluruskan
Rabu, 27 Februari 2019 10:22 WIB
INFO NASIONAL - Sekretaris Jenderal MPR RI Ma'ruf Cahyono menegaskan, para pendiri bangsa sudah bersepakat menjadikan Pancasila sebaga pandangan hidup, jati diri, ideologi, falsafah, dan dasar negara. Karena itu, bangsa Indonesia harus menempatkan Pancasila sebagai sesuatu yang sangat tinggi dan terhormat. Salah satunya sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Artinya, tidak boleh ada satu pun hukum dan peraturan perundangan yang tidak berlandaskan pada Pancasila, apalagi sampai bertentangan. Karena itu, silang pendapat menyoal perda bermuatan syariat harus diluruskan. Perda bermuatan syariat bisa diasumsikan seolah hanya menunjuk pada agama tertentu, dan tidak mempertimbangkan agama-agama lainnya.
"Dalam sistem peraturan perundang-undangan, jelas tidak ada istilah secara resmi Perda Syariah. Tetapi materi muatan perda atau substansinya bisa berasal dari mana saja. Misalnya, materi yang bermuatan nilai-nilai moral dan agama, budaya dan kearifan lokal. Karena di tempat yang mayoritas muslim, maka masuklah nilai-nilai syariat. Itu tidak salah, apalagi nilai-nilai agama itu kan baik, sesuai dengan sila pertama Pancasila, kita bangsa yang religius. Itu landasan filosofis bangsa dan memang semua peraturan harus merujuk ke situ,” kata Ma'ruf Cahyono saat memberikan kuliah umum di hadapan ratusan mahasiswa dan civitas akademika Fakultas Syariah IAIN Purwokerto, Jawa Tengah di ruang pertemuan perpustakaan IAIN Purwokerto, Selasa, 26 Febrfuari 2019. Tema yang dibahas dalam acara tersebut adalah “Posisi Perda Bernuansa Syariah Dalam Sistem Hukum Nasional”. Ikut hadir dalam acara tersebut Rektor IAIN Purwokerto A. Lutfi Hamidi, Wakil Rektor Asdhori, Dekan Fakultas Syariah Syufaat, serta Wakil Dekan I Fakultas Syariah IAIN Purwokerto H. Ridwan.
Menurut Ma’ruf, perda-perda yang bermuatan nilai-nilai agama dan kearifan lokal seperti itu sudah cukup banyak, ada di berbagai provinsi dan kabupaten/kota seperti perda soal larangan prostitusi dan miras. Perda-perda itu isinya sesuai dengan kearifan lokal dan nilai-nilai agama yang pasti mengajak pada kebaikan, dengan landasan etika dan moral. Intinya, bahwa setiap kebijakan perundangan termasuk perda, adalah wujud dari kesadaran hukum masyarakat setempat. Yang penting tidak diskriminatif apalagi melanggar HAM.
Selain menyampaikan kuliah umum, kehadiran Sesjen MPR di IAIN Purwokerto juga diisi dengan penandatanganan kerja sama antara Sekretariat Jenderal MPR dengan IAIN Purwokerto. Penandatangan itu antara lain menyangkut kerja sama pelaksanaan Sosialisasi Empat Pilar MPR dan kegiatan pengkajian sistem ketatanegaraan.
Menjawab pertanyaan wartawan menyangkut penandatanganan MOU dengan IAIN Purwokerto, Ma"ruf mengatakan MPR sudah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, bukan hanya perguruan tinggi, tetapi juga dengan berbagai lembaga negara termasuk ormas, organisasi profesi hingga organisasi kepemudaan dan kewanitaan. "Tentunya kita harus saling bersinergi untuk kerja sama, dan saling membantu dalam pelaksanaan sosialisasi maupun kajian-kajian sistem ketatanegaraan, seperti kerja sama yang sudah dilakukan selama ini," kata Ma'ruf. (*)