Buka Tanwir Muhammadiyah, Jokowi Bicara Soal Kriminalisasi Ulama
Reporter
Egi Adyatama
Editor
Juli Hantoro
Jumat, 15 Februari 2019 15:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi membuka sidang tanwir Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang digelar di Bengkulu, dari 15 hingga 17 Februari 2019. Berbicara di depan peserta tanwir, Jokowi menyempatkan diri membahas capaian pemerintahan dia dalam empat tahun terakhir.
Baca juga: Survei Indopolling: Jokowi Menang Tipis di Jawa Barat
Jokowi menjelaskan terkait capaian pembangunan infrastruktur yang ia lakukan. Sektor ini menjadi prioritas karena ia menilai Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara tetangga.
"Biaya logistik kita lebih besar 2,5 kali lipat. Daya saing kita menjadi rendah," kata Jokowi dalam pidato sambutannya.
Ini bukan kali pertama Jokowi membicarakan capaian pembangunan infrastruktur. Di beberapa forum belakangan, ia kerap membahas persoalan ini. Ia juga kerap menunjukan gambar jalanan dari Marauke ke Boven Digoel yang rusak parah.
"Bagaimana memiliki daya saing jika infrastruktur kita masih seperti ini. Makanya kita bangun Trans Papua. Ini adalah keadilan untuk semua," kata Jokowi.
Tak hanya soal infrastruktur, Jokowi juga nampak mengklarifikasi beberapa isu terkait dirinya. Mulai dari tudingan bahwa ia adalah antek asing, anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), hingga tudingan kriminalisasi ulama.
Ia membantah semua tuduhan tersebut. Jokowi mengaku tak marah terkait tudingan-tudingan itu. Ia hanya merasa perlu memberi jawaban terkait hal tersebut.
Isu kriminalisasi ulama misalnya. Jokowi menegaskan Indonesia merupakan negara yang patuh pada hukum yang ada. Semua kasus yang ditangani polisi saat ini, memang memiliki dasar hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Baca juga: Jokowi: Butuh Porsi Besar untuk Jawa Barat di Kabinet
"Kalau ada yang tak bermasalah, terus dia di sel, itu dia baru kriminalisasi," kata Jokowi.
Dalam acara itu, Jokowi hadir bersama rombongan dari Istana. Nampak Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy, juga Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.