Abu Bakar Baasyir Bebas, Pengamat Ingatkan Hal Ini
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Juli Hantoro
Minggu, 20 Januari 2019 07:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Community of Ideological Islamic Analyst, Harits Abu Ulya, mengatakan perdebatan mengenai pembebasan narapidana terorisme Abu Bakar Baasyir bisa menjadi pintu masuk intelijen asing bermain. Pemerintah diminta waspada.
Baca juga: Tim Pengacara Muslim: Abu Bakar Baasyir Anggap Demokrasi Syirik
Pernyataan Harits ini didasarkan kepada ramainya kritik tajam dari media terkemuka di Australia terkait dengan pembebasan Abu Bakar Baasyir. Dia menilai, pemerintah Australia akan sangat mungkin mengakomodir reaksi publik dengan mengambil langkah melalui saluran diplomatiknya untuk menekan pemerintah Indonesia.
Pasalnya Australia pernah menolak rencana pembebasan Ba'asyir pada awal 2018 lalu. Saat ini, Harits memperkirakan sikap mereka tidak akan berbeda jauh. Australia bahkan sangat mungkin menggalang dukungan bersama negara-negara mitranya, terutama Amerika Serikat, untuk melakukan operasi terbuka maupun tertutup untuk menekan pemerintah Indonesia.
"Mereka bisa saja, dengan bebasnya ustad Abu Bakar Baasyir dijadikan sebagai trigger munculnya aksi-aksi terorisme by design intelijen asing," ujar Harits seperti dilansir keterangan tertulis, Sabtu, 19 Januari 2019.
Target operasi itu, kata Harits, adalah memberi pesan kepada publik untuk mendiskreditkan pemerintah Indonesia yang membebaskan Abu Bakar Baasyir. Dalam konteks ini, Harits mengatakan pemerintah Indonesia sebagai negara berdaulat tidak boleh tunduk dan membeo apa saja yang dikehendaki negara asing.
Baca juga: Abu Bakar Baasyir Tak Mau Teken Surat Pernyataan Setia pada NKRI
Dia optimistis sikap tegas pemerintah akan mendapatkan dukungan luas dari masyarakat. Harits meyakini pemerintah telah mengkaji aspek legal hukum pembebasan Abu Bakar Baasyir. Begitu juga dengan aspek keamanan. "Mengingat beliau adalah sosok sentral dalam pusaran isu terorisme di kawasan Pasifik," katanya.
Harits juga mengimbau tokoh masyarakat, khususnya umat Islam, untuk bersikap bijak menghadapi keputusan pemerintah ini. "Jangan sampai tanpa sadar menjadi proxy dari proyek asing yang dengan mudah mengacak-acak Indonesia melalui taktik pecah belah dan adu domba antar anak bangsa," katanya. Intelijen asing, ujarnya, memiliki kekuatan untuk melahirkan kontraksi sosial politik dalam skala luas di Indonesia.