JK Yakin Mampu Atasi Penceramah Terpapar Radikalisme
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Juli Hantoro
Jumat, 23 November 2018 17:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla yakin mampu menangani sejumlah penceramah yang diduga terpapar radikalisme. Sebabnya, jumlah mereka yang terpapar tak terlalu banyak.
Baca juga: Masjid Terpapar Radikalisme, P3M: Tema Ujaran Kebencian Tertinggi
Berdasarkan laporan Badan Intelijen Negara (BIN), JK mencatat ada sekitar 48 penceramah yang diduga radikal. Jumlahnya tak sebanyak jumlah masjid dan musala di Indonesia yang mencapai 900 ribu.
"Yang saya takut mereka sudah 100 ribu. Kalau hanya 48 atau berapa artinya masih mudah kita perbaiki," jelas JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, 23 November 2018.
JK menuturkan, DMI akan memanggil para penceramah yang diindikasi terpapar radikalisme. Mereka akan diberikan pemahaman agar tak bergeser dari Islam yang wasatiyah.
DMI juga mengusulkan pembuatan kurikulum dan penilaian bagi penceramah. Tujuannya ialah untuk membatasi penceramah agar tidak menyebarkan kabar bohong serta tidak berbicara tanpa data.
Namun batasan itu tak berarti penceramah perlu disertifikasi. JK mengatakan, Islam berbeda Katolik atau Protestan yang membutuhkan pendidikan untuk menjadi imam. "Kita tidak punya kyai S1, S2, dan S3. Yang menilai kyai itu ulama atau bukan ulama adalah masyarakat bukan pemerintah. Kearifannya di masyarakat," ujarnya.
Baca juga: Masjid Terpapar Radikalisme, dari Level Rendah ke Tinggi
Lembaga Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Nahdlatul Ulama merilis penelitian yang menyebut ada 41 masjid di lingkungan pemerintah terpapar radikalisme.
Peneliti P3M, Agus Setia Budi, mengatakan ujaran kebencian mendominasi topik yang paling banyak dibicarakan di masjid-masjid dengan persentase mencapai 73,6 persen. "Ujaran kebencian jadi topik radikal paling populer," ujar Agus saat dihubungi Tempo, Kamis, 22 November 2018.