Penggagas Hari Santri Nasional Usulkan Penyeragaman Doa Resmi
Reporter
Eko Widianto (Kontributor)
Editor
Amirullah
Senin, 22 Oktober 2018 08:38 WIB
TEMPO.CO, Malang - Penggagas Hari Santri Nasional, Kiai Haji Thoriq Darwis, bangga hari santri diperingati secara nasional. Ia berharap peringatan hari santri tak hanya seremonial, namun mendorong santri mengeluarkan resolusi untuk menjawab masalah yang dihadapi bangsa Indonesia.
Baca: Ma'ruf Amin Hadiri Acara Hari Santri Nasional di Tasikmalaya
"Resolusi diserahkan kepada Presiden untuk ditindaklanjuti," kata pria yang akrab disapa Gus Thoriq ini kepada Tempo, Ahad, 21 Oktober 2018. Dia menilai Indonesia Indonesia saat ini rawan gesekan terutama menjelang tahun politik 2019. Santri, katanya, memiliki peranan penting dalam mencegah dan mengatasi perbedaan tersebut.
Salah satunya mengusulkan doa resmi yang seragam. Sehingga doa tak dipolitisasi untuk kepentingan politik tertentu. Seperti yang sempat terjadi dalam sidang paripurna DPR beberapa waktu lalu.
Doa tersebut, kata Gus Thoriq, juga untuk membangun optimisme, membangun negara. Doa itu disebut salawat Indonesia. Salawat diciptakan dan ditambah doa khusus untuk Indonesia.
Jika salawat dibumikan, katanya, diharapkan semua masalah akan terselesaikan. Salah satunya mendoakan agar korupsi di Indonesia sirna.
Setiap agama, ujar Gus Thoriq, juga bisa menyusun doa resmi sendiri. Sehingga setiap ada kegiatan bersama lintas iman bisa dibacakan doa yang sama. "Doa resmi cukup singkat dan padat. Juga bisa menangkal radikalisme," katanya.
Baca: Pegawai di Bekasi Berseragam Sarung dan Peci Hari Ini, Ada Apa?
Thoriq mengusulkan doa resmi lantaran dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 juga dituliskan atas berkat rahmat Allah. Sehingga setelah merdeka tak boleh melupakan kekuatan doa. "Saat perjuangan tak imbang sistem persenjataan kita. Tapi karena intervensi Tuhan, Indonesia merdeka," katanya.
Ia berharap hari santri terus diperingati bersama dan memberi kemaslahatan bagi umat. Perjuangan Indonesia, katanya, tak bisa dipisahkan dari gerakan para santri.
Hari Santri digagas Gus Thoriq sejak 2009 melalui pertemuan 106 pengasuh pesantren di Malang. Dilanjutkan dengan menggaungkannya dalam diskusi di Universitas Jember 2012. Bahkan saat itu PBNU merekomendasikan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikannya.
Gus Thoriq mengusulkan 1 Muharram sebagai hari santri. Usulan itu sampai ke tangan Joko Widodo sepuluh hari sebelum pemungutan suara 2014. Jokowi kemudian meresmikan 22 Oktober sebagai hari santri sesuai resolusi jihad yang dikeluarkan Kiai Haji Hasyim Asyari