Desentralisasi Dinilai Rawan Pelanggaran HAM

Reporter

Editor

Rabu, 5 Desember 2007 20:53 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Perbedaan penerapan aturan hasil ratifikasi hukum internasional di tingkat pusat dan daerah dinilai rawan menyebabkan kasus pelanggaran hak asasi manusia secara konstitusional. Hal ini terjadi karena perbedaan pemahaman mengenai aturan tentang hak asasi manusia yang berlaku secara internasional. "Sering kali terjadi peraturan daerah berbeda dengan konvensi internasional yang sudah diratifikasi Indonesia," kata Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ifdhal Kasim di Jakarta, Rabu (5/12). Contoh perbedaan itu misalnya antara peraturan daerah berdasarkan syariah dengan pasal-pasal dalam konstitusi yang menjamin kebebasan beribadah, dan aturan internasional tentang penghapusan diskriminasi. Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kebebasan menjalankan ibadah untuk penganut agama-agama yang diakui pemerintah, karena itu seharusnya daerah tidak semena-mena memberlakukan aturan agama tertentu. Perbedaan itu, menurut Ifdhal, menunjukkan rendahnya tanggung jawab pemerintah dalam mengharmonisasikan konvensi internasional yang sudah diratifikasi. Hingga kini, Indonesia telah meratifikasi enam peraturan internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Peraturan itu antara lain konvensi internasional untuk hak anak, menentang penyiksaan, penghapusan diskriminasi perempuan dan rasial, kovenan internasional hak sipil dan politik, serta kovenan internasional mengenai hak ekonomi, sosial, dan budaya. Namun, pemerintah seakan-akan berpikir bahwa ratifikasi adalah akhir upaya penegakan hak asasi. Padahal, ratifikasi hanya langkah awal. "Ratifikasi tidak serta merta memperbaiki situasi hak asasi manusia. Memang itu sebuah langkah maju, tapi bukan memperlihatkan pemulihan hak asasi manusia," kata Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Agung Putri. Ifdhal menyatakan seharusnya pemerintah mengambil langkah-langkah hukum agar seluruh pasal dalam konvensi dapat terlaksana. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab pemerintah pasca-ratifikasi. Tanggung jawab itu terbagi tiga, yaitu upaya pemidanaan pelanggaran hak asasi, penyesuaian dengan hukum nasional, dan melaporkan kondisi secara periodik pada lembaga internasional yang berwenang. Namun, Agung Putri mengatakan tradisi hukum Indonesia tidak memungkinkan untuk secara otomatis menerapkan aturan internasional yang sudah diratifikasi. Hal ini juga berkaitan dengan sifat konvensi, yang hanya merupakan prinsip. “Masih memerlukan aturan pelaksanaan dan penyesuaian dengan hukum.” Hanya saja, pada prakteknya, Putri menyatakan di Indonesia banyak institusi baik nasional maupun daerah yang memiliki aturan sendiri yang tidak berkesesuaian. Banyak pula institusi yang memiliki sifat berbeda, sehingga perlu adanya reformasi kelembagaan. Shinta Eka P
HAM

Berita terkait

Bara Reformasi Terus Dihidupkan: Aksi Kamisan Demi Keadilan Mereka Korban Penculikan

23 jam lalu

Bara Reformasi Terus Dihidupkan: Aksi Kamisan Demi Keadilan Mereka Korban Penculikan

Bulan Mei dikenang sebagai penanda lahirnya Reformasi. Namun, bagi sebagian masyarakat, bulan ini dikenang dengan duka mendalam dari kasus penculikan.

Baca Selengkapnya

Studi HAM Universitas di Banjarmasin: Proyek IKN Tak Koheren dan Gagal Uji Legitimasi

2 hari lalu

Studi HAM Universitas di Banjarmasin: Proyek IKN Tak Koheren dan Gagal Uji Legitimasi

Tim peneliti di Pusat Studi HAM Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin mengkaji proses Ibu Kota Negara (IKN): sama saja dengan PSN lainnya.

Baca Selengkapnya

Kepala Operasi Damai Cartenz Bantah Tutup Akses Lembaga HAM ke Papua

3 hari lalu

Kepala Operasi Damai Cartenz Bantah Tutup Akses Lembaga HAM ke Papua

Kepala Operasi Damai Cartenz membantah tudingan KKB yang menyatakan pemerintah Indonesia menutup akses lembaga HAM ke Papua.

Baca Selengkapnya

TPNPB-OPM Minta Pemerintah Indonesia Buka Akses Lembaga HAM ke Papua

7 hari lalu

TPNPB-OPM Minta Pemerintah Indonesia Buka Akses Lembaga HAM ke Papua

TPNPB-OPM meminta pemerintah Indonesia membuka akses bagi lembaga-lembaga HAM nasional maupun internasional ke Papua.

Baca Selengkapnya

Prihatin Kekerasan Terhadap Mahasiswa Universitas Pamulang yang Menggelar Doa Rosario, Dirjen HAM: Perlu Dialog

9 hari lalu

Prihatin Kekerasan Terhadap Mahasiswa Universitas Pamulang yang Menggelar Doa Rosario, Dirjen HAM: Perlu Dialog

Menurutnya, kasus kekerasan seperti yang dialami mahasiswa Universitas Pamulang tidak boleh terjadi di Indonesia yang menjunjung tinggi pancasila.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Merasa Toleransi dan Kebebasan Beragama di Indonesia Berjalan Baik

12 hari lalu

Pemerintah Merasa Toleransi dan Kebebasan Beragama di Indonesia Berjalan Baik

Kemenkumham mengklaim Indonesia telah menerapkan toleransi dan kebebasan beragama dengan baik.

Baca Selengkapnya

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

25 hari lalu

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

Maung Zarni, aktivis hak asasi manusia dan pakar genosida asal Myanmar, dinominasikan Hadiah Nobel Perdamaian 2024, oleh penerima Nobel tahun 1976

Baca Selengkapnya

Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober

30 hari lalu

Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober

Komisi penyelidikan independen terhadap pelanggaran HAM di Israel dan Palestina menuding Israel menghalangi penyelidikan terhadap serangan 7 Oktober oleh Hamas.

Baca Selengkapnya

MK Serukan Dukungan untuk Palestina di Forum Dunia

58 hari lalu

MK Serukan Dukungan untuk Palestina di Forum Dunia

MK RI menyerukan dukungan untuk Palestina dalam forum pertemuan Biro World Conference on Constitutional Justice atau WCCJ ke-21 di Venice, Italia.

Baca Selengkapnya

Anggota Komite HAM PBB Tanya soal Dugaan Intervensi Jokowi di Pilpres 2024: Apakah Sudah Diinvestigasi?

15 Maret 2024

Anggota Komite HAM PBB Tanya soal Dugaan Intervensi Jokowi di Pilpres 2024: Apakah Sudah Diinvestigasi?

Anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan dugaan intervensi Jokowi di Pilpres 2024 dalam sidang di Jenewa, Swiss.

Baca Selengkapnya