Ogah Bolak-Balik, Idrus Marham Minta Diperiksa KPK Sampai Tuntas

Reporter

M Rosseno Aji

Rabu, 15 Agustus 2018 23:25 WIB

Menteri Sosial, Idrus Marham (tengah), menghadiri pemeriksaan yang ketiga kali sebagai saksi, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu, 15 Agustus 2018. Idrus diperiksa untuk tersangka Eni Maulani Saragih, dalam tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sosial Idrus Marham kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I, Rabu, 15 Agustus 2018. Ini merupakan kali ketiga KPK memeriksa Idrus sebagai saksi dalam perkara ini.

Baca juga: Idrus Marham Diperiksa Lagi untuk Kasus Suap Proyek PLTU Riau-1

"Mau berapa kali kami akan hadir, karena menghormati proses hukum," kata dia saat tiba di gedung KPK, Rabu, 15 Agustus 2018.

Sekitar 12 jam penyidik menggali keterangan dari politikus Partai Golkar itu. Idrus masuk ke gedung KPK sekitar pukul 10.00 WIB. Dia baru rampung diperiksa pada pukul 22.00.

Idrus mengatakan lamanya pemeriksaan disebabkan karena permintaannya sendiri. Kepada penyidik, Idrus minta agar pemeriksaannya dituntaskan hari itu juga. "Supaya tidak berkali-kali dipanggil," kata dia.

Idrus mengatakan penyidik bersedia memenuhi permintaannya itu. Penyidik, kata dia, siap memeriksa Idrus sampai jam berapa pun asal Idrus bersedia. "Saya ucapkan terima kasih pada penyidik," kata dia.

Namun, ditanya soal substansi pemeriksaan Idrus menolak menjelaskan. "Biar penyidik saja," kata dia.

Sebelumnya, KPK sudah memeriksa Idrus pada 19 Juli dan 26 Juli 2018. KPK menggali informasi soal dugaan adanya aliran dana suap PLTU Riau ke mantan Sekretaris Jenderal Golkar tersebut. "Itu masih kami dalami, kan ada indikasi-indikasi," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

Dalam kasus ini, lembaga antirasuah telah menetapkan dua tersangka, yaitu Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. KPK menduga Eni menerima suap total Rp 4,8 miliar dari Johannes untuk memuluskan proses penandatanganan Pembangkit setrum Riau itu.

Johannes Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, salah satu perusahaan konsorsium yang akan mengerjakan proyek PLTU Riau-1 itu. Pemberian uang disinyalir untuk mempermudah penandatanganan kontrak kerja sama yang akan berlangsung, setelah Blackgold menerima letter of intent (LOI) pada Januari lalu.

Saut mengatakan, KPK masih menelusuri peran pihak lain dalam dugaan suap tersebut. Dia mengatakan Idrus masih berstatus saksi. "Tapi, apakah nanti berubah, nanti kami lihat. Kami masih dalami lagi," kata Saut.

Idrus Marham dalam pemeriksaan sebelumnya mengatakan tak tahu soal adanya suap kepada Eni. Namun, dia mengaku mengenal dekat Eni dan Johannes. Dia memanggil Eni dengan sebutan "Dinda", sedangkan Johannes dipanggilnya "Abang".

Berita terkait

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

7 jam lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

7 jam lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

10 jam lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

10 jam lalu

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

KPK menyita kantor Partai NasDem di Labuhanbatu, Sumatera Utara, dalam perkara korupsi yang menjerat Bupati Erik Atrada Ritonga.

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

11 jam lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

13 jam lalu

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL acapkali menggunakan uang Kementan untuk keperluan pribadi.

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

17 jam lalu

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

Dewas KPK menunda sidang etik dengan terlapor Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis, 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

19 jam lalu

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

Penyidik KPK menggeledah kantor Sekretariat Jenderal DPR atas kasus dugaan korupsi oleh Sekjen DPR, Indra Iskandar. Ini profil dan kasusnya.

Baca Selengkapnya

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

1 hari lalu

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

Gugatan praperadilan Bupati Sidoarjo itu akan dilaksanakan di ruang sidang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pukul 09.00.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

1 hari lalu

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

Modus penyalahgunaan dana BOS terbanyak adalah penggelembungan biaya penggunaan dana, yang mencapai 31 persen.

Baca Selengkapnya