Ini Penjelasan PVMBG Soal Mekanisme Gempa Lombok

Selasa, 7 Agustus 2018 16:30 WIB

Seorang perempuan melintas di dekat kios yang temboknya roboh seusai gempa bumi di Dusun Lendang Bajur, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin, 6 Agustus 2018. Daerah yang terparah adalah Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur, dan Kota Mataram. ANTARA/Ahmad Subaidi

TEMPO.CO, Bandung - Kepala Sub Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Wilayah Timur, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi (PVMGB), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, M. Arifin Joko Pradipto mengatakan, gempa Lombok yang terjadi 29 Juli 2018 dan 5 Agustus 2018 berhubungan dengan pergerakan aktivitas Flores Back Arc Thrust, yakni pertemuan dua lempeng yang menumpuk memanjang dari Lombok, Sumbawa, hinga Flores.

Baca: Ada Gempa Besar seperti Gempa Lombok? Ini yang Harus Diwaspadai

“Lempeng ini kaya lapisan yang numpuk. Lempeng dari utara ke selatan itu masuk, sehingga seolah-olah bagian lempeng dari selatan ke utara itu naik. Makanya ini dianggap sesar naik,” kata dia saat dihubungi Tempo, Selasa, 7 Agustus 2018.

Arifin mengatakan, mekanismenya mirip dengan fenomena zona subduksi di Mentawai, kendati berbeda. Di Mentawai, zona pertemuan lempeng yang saling berdesakan itu membuat Pulau Mentawai turun, dan tiba-tiba terangkat naik selepas gempa besar. Di Lombok, sebagian lempeng benua aktif mendesak dari utara ke selatan, menghunjam ke lempeng di bawahnya.

“Kalau di Lombok itu pulau-pulau tersebut seakan-akan naik karena desakan lempeng benua dari utara ke selatan. Kalau di Menawai itu thsrust (zona subduksi) panjang, kalau di Lombok ini pendek. Ini masih bagian lempeng benua tapi di tengahnya ada yang pecah,” kata Arifin.

Baca: Gempa Lombok, Gubernur NTB Instruksikan Langkah Penanganan Ini

Arifin mengatakan, gempa itu bukan satu titik, tapi satu bidang yang bergerak. “Gempa itu bukan titik, epicenturm itu bukan titik, tapi bidang. Jadi pergerakanya itu untuk seluruh bidang, bisa di sini, di sana, tapi sebetulnya bidang yang itu juga,” kata dia.

Gempa Lombok yang terjadi 29 Juli 2018 dengan kekuatan 6,4 Skala Richter dan gempa 5 Agustus 2018 dengan kekuatan 7 Skala Richter berada dalam bidang yang sama. “Gempa itu memiliki mekanisme yang sama. Kami sedang mencoba menganalisis apakah ini bagian dari doublet atau gempa kembar karena gempa dinyatakan kembar kalau berjarak kurang dari 100 kilomter, perbedaan waktunya kurang dari 3 tahun, dan kebetulan mempunyai mekanisme yang sama,” kata Arifin.

Tim peneliti PVMBG, kata dia, tengah melakukan identifikasi bidang yang bergerak akibat gempa tersebut. “Gempa itu bidang yang bergerak, titiknya itu bisa pindah-pindah tapi pada satu bidang gerakan yang sama,” kata dia.

Baca: Korban Tewas Gempa Lombok Bertambah Jadi 98 Orang

Arifin menduga, potensi gempa terbesar yang terjadi terkait dengan aktivitas Flores Back Arc Thrust terjadi pada 5 Agustus 2018 berkekuatan 7 Skala Richter. Mengacu pada catatan gempa merusak yang dikumpulkan PVMBG, gempa Lombok diyakini sebagai gempa terbesar. Sejumlah gempa yang mengikuti di seputaran sumber gempa Lombok diyakini sebagai gempa susulan. “Gempa susulan ini bisa lama. Di pasca-gempa Bantul misalnya, bisa berminggu-minggu,” kata dia.

Advertising
Advertising

Kepala PVMBG Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, Kasbani mengatakan, sejumlah gempa yang terjadi di seputaran sumber gempa Lombok masih merupakan gempa susulan. “Karena jaraknya tidak jauh, masih di dalam Flores Back Arc Thrust,” kata dia, saat dihubungi Tempo, Selasa, 7 Agustus 2018.

Kasbani mengatakan, gempa susulan memiliki karakteristik kekuatan lebih kecil dari gempa utama. Kendati demikian, dia meminta warga tetap waspada karena gempa tidak bisa diperkirakan kekuatan dan kapan terjadinya.

Baca: JK: Pemerintah Bakal Rehabilitasi Kawasan Terdampak Gempa Lombok

Satu-satunya yang bisa dilakukan menghadapi gempa, kata dia, dengan mengantisipasi potensi kerusakan yang dihasilkan akibat goncangan gempa tersebut. Menurut Kasbani, pihaknya telah memiliki peta kawasan rawan bencana dan sudah dipetakan di seluruh Indonesia.

"Dalam skala provinsi sudah punya semua itu untuk antisipasi, daerah mana berpotensi tinggi, menengah, dan rendah, untuk lebih detil lagi perlu penelitian seperit mikrozonasi, tapi peta ini sebagai pedoman awal sudah cukup,” tutur Kasbani.

PVMBG sudah menerjunkan tim untuk meneliti dampak kerusakan gempa Lombok sejak gempa 29 Juli 2018. Saat ini, tim tersebut meneruskan penelitiannya untuk memeriksa dampak gempa Lombok pada 5 Agustus 2018.

Baca: Gempa Lombok: Rumah Lalu Muhammad Zohri Tetap Utuh

Tim dari PVMBG itu juga memetakan potensi ancaman gerakan tanah setelah terjadinya gempa Lombok tersebut. Sejumah peristiwa longsor dilaporkan terjadi di Lombok Timur dan Lombok Utara kendati tidak menimbulkan korban jiwa.

Berita terkait

Erupsi Gunung Ruang, Badan Geologi Cabut Peringatan Bahaya Tsunami

12 hari lalu

Erupsi Gunung Ruang, Badan Geologi Cabut Peringatan Bahaya Tsunami

Gunung Ruang masih berstatus Awas, namun Badan Geologi sudah mencabut peringatan dini tsunami.

Baca Selengkapnya

Letusan Gunung Ruang, Badan Geologi Sempat Peringatkan Potensi Tsunami

15 hari lalu

Letusan Gunung Ruang, Badan Geologi Sempat Peringatkan Potensi Tsunami

Badan Geologi sempat mengingatkan potensi tsunami akibat erupsi Gunung Ruang Sulawesi Utara.

Baca Selengkapnya

60 Kali Letusan Gunung Marapi Sepanjang Februari 2024

1 Maret 2024

60 Kali Letusan Gunung Marapi Sepanjang Februari 2024

Gunung Api Marapi di Sumatera Barat tercatat mengalami sekitar 60 kali sepanjang Februari 2024. Erupasi masih terjadi ketika proses akumulasi data.

Baca Selengkapnya

Gunung Ibu Erupsi Lagi, Pemukiman Warga Diguyur Hujan Abu

23 Februari 2024

Gunung Ibu Erupsi Lagi, Pemukiman Warga Diguyur Hujan Abu

Gunung Ibu Halmahera kembali meletus tengah malam, pada pergantian hari. Hujan abu mencapai pemukiman warga.

Baca Selengkapnya

Erupsi 42 Kali Bulan Ini, Abu Vulkanik Gunung Marapi Sempat Membumbung Hingga 900 meter

22 Februari 2024

Erupsi 42 Kali Bulan Ini, Abu Vulkanik Gunung Marapi Sempat Membumbung Hingga 900 meter

Sudah ada 42 kali letusan Gunung Marapi sejak awal Februari 2024 hingga hari ini. Abunya sempat menyundul ketinggian 900 meter.

Baca Selengkapnya

Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda Meletus, Abu Vulkanik Setinggi 450 Meter

26 November 2023

Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda Meletus, Abu Vulkanik Setinggi 450 Meter

PVMBG merekam aktivitas erupsi berupa lontaran abu vulkanik setinggi lebih kurang 450 meter dari atas puncak Gunung Anak Krakatau.

Baca Selengkapnya

Gunung Dukono Halmahera Meletus Pagi Ini

21 November 2023

Gunung Dukono Halmahera Meletus Pagi Ini

PVMBG menyampaikan Gunung Dukono di Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara, pada Selasa, 21 November 2023, pukul 07.33 WIT meletus .

Baca Selengkapnya

Letusan Gunung Dukono Maluku Utara, Semburkan Abu Vulkanik 2.600 Meter

19 November 2023

Letusan Gunung Dukono Maluku Utara, Semburkan Abu Vulkanik 2.600 Meter

PVMBG mencatat adanya letusan berupa semburan abu vulkanik setinggi 2.600 meter yang keluar dari kawah Gunung Dukono di Maluku Utara.

Baca Selengkapnya

Hoax Gunung Slamet Jawa Tengah Meletus, Begini Kondisinya Menurut PVMBG

2 November 2023

Hoax Gunung Slamet Jawa Tengah Meletus, Begini Kondisinya Menurut PVMBG

PVMBG mengimbau masyarakat di sekitar Gunung Slamet, Jawa Tengah, untuk tenang dan tidak terpengaruh hoaks berkaitan dengan aktivitas vulkanik.

Baca Selengkapnya

Awan Panas Menyembur dari Gunung Karangetang, Warga Diminta Waspada

20 September 2023

Awan Panas Menyembur dari Gunung Karangetang, Warga Diminta Waspada

Awan panas guguran pada periode ini tidak terjadi, namun perlu diwaspadai kemungkinan awan panas guguran terjadi ke arah selatan.

Baca Selengkapnya