PDIP: Tudingan SBY soal Aparat Tak Netral Berlebihan
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Amirullah
Minggu, 24 Juni 2018 12:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Komaruddin Watubun menyebut tudingan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ihwal ketidaknetralan oknum lembaga negara dalam pemilihan kepala daerah berlebihan. Komaruddin mengatakan SBY sedang berlaku seolah-olah menjadi korban atau playing victim.
"Era politik melodramatik SBY itu sudah berakhir dan ketinggalan zaman. Rakyat sudah tahu 'politik agar dikasihani' model SBY tersebut," kata Komaruddin melalui keterangan tertulis pada Ahad, 24 Juni 2018.
Baca: SBY Beberkan Bukti Ketidaknetralan BIN, TNI dan Polri di Pilkada
SBY sebelumnya menyebut Badan Intelijen Negara (BIN), TNI dan Polri tidak netral dalam menghadapi pesta demokrasi. Dia mengungkit pilkada DKI Jakarta 2017.
Calon wakil gubernur yang diusung Partai Demokrat, Sylviana Murni, berkali-kali dipanggil kepolisian untuk diperiksa terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan dana bantuan sosial pemerintah DKI di Kwarda Pramuka DKI Jakarta tahun anggaran 2014 dan 2015. Suami Sylviana, Gde Sardjana, juga beberapa kali diperiksa kepolisian terkait aliran dana ke terduga pelaku makar.
SBY menyebut pemanggilan itu janggal. Dia juga mengungkit saat namanya disebut oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar sebagai dalang yang membuat Antasari dipenjara.
Komaruddin balik mempertanyakan pernyataan SBY itu. Dia menyoal kasus yang menjerat Antasari saat tengah mengusut dugaan korupsi pengadaan alat IT di Komisi Pemilihan Umum saat pemilu legislatif 2009. Komaruddin juga menyebut SBY memberikan iming-iming jabatan pengurus teras partai kepada komisioner KPU Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati.
Baca: SBY Bertanya Soal Rumah Deddy Mizwar yang Digeledah Pj Gubernur
Tak hanya itu, Komaruddin melontarkan sejumlah serangan lain seperti manipulasi daftar pemilih tetap (DPT) pemilu 2009, penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui dana bantuan sosial untuk keperluan pemilu, dan penggunaan intelijen dalam pilpres 2004 dan 2009. "SBY-lah yang justru telah menggunakan alat-alat negara agar tidak netral," ujar Komaruddin.
Komaruddin pun meminta SBY tak menyamakan pemerintahan era dirinya dan Joko Widodo saat ini. Menurut Komaruddin, PDIP tentunya sudah menang dalam pilkada lalu jika memang menggunakan aparat negara.
Dia pun menyebut serangan ke pemerintahan Jokowi menunjukkan SBY tak memikirkan kepentingan bangsa dan negara, melainkan partai dan keluarganya. "Lebih pada persoalan bagaimana AHY dan Ibas yang diklaimnya sebagai keturunan Majapahit. Lalu begitu jago yang diusung di pilkada elektabilitas rendah, tiba-tiba salahkan penggunaan alat-alat negara," ujarnya.
Komaruddin mengatakan SBY sebaiknya buka-bukaan perihal apa yang terjadi dalam pilpres 2004 dan 2009 ketimbang terus menyalahkan Jokowi dan aparat negara.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | ANWAR SISWADI