JK: Pelarangan Caleg Eks Koruptor Kewenangan KPU
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Arkhelaus Wisnu Triyogo
Rabu, 6 Juni 2018 06:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta Kementerian Hukum dan HAM menhargai keinginan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ingin mengatur pelarangan mantan narapidana untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dalam peraturan KPU tentang pencalonan. JK mendukung keputusan KPU untuk menjaga kualitas dan wibawa Dewan Perwakilan Rakyat.
JK percaya skema pelarangan ini mampu menjaring kandidat legislator terbaik. "Kalau dia residivis masuk ke situ kan itu enggak enak juga," kata JK di kantornya di Jakarta, Selasa, 5 Juni 2018.
Baca: KPU Nilai Intervensi Kemenkumham Hambat Pelaksanaan Pemilu
Ia pun mengaku tak mengetahui alasan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly yang tak kunjung menandatangani aturan itu. Padahal, JK menilai larangan bagi eks koruptor penting untuk menjaga kualitas legislator. "Saya tidak tahu alasannya apa. Tapi nanti saya akan cek," kata dia.
JK memahami ada perbedaan pendapat, termasuk di DPR soal aturan ini. Namun baginya, kewenangan untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pemilu adalah kewenangan KPU. "Kita hargai masing-masing lah," katanya.
JK meminta semua pihak menempuh mekanisme hukum jika menemukan kejanggalan dalam aturan KPU tersebut. Mekanisme hukum itu melalui uji materi di Mahkamah Agung. "Bisa saja judicial review. Tapi itu masalahnya nanti di Mahkamah Agung kalau Peraturan KPU itu mau digugat," kata JK.
Peraturan KPU tentang pelarangan eks koruptor sebagai calon anggota legislatif pada pemilihan legislatif tahun 2019 masih belum disahkan. KPU masih menunggu persetujuan Kementerian Hukum dan HAM.
Baca: Yasonna Tak Akan Teken PKPU Soal Larangan Caleg Mantan Koruptor
Namun, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly memberi isyarat tak akan menandatangani peraturan tersebut. Ia menilai larangan eks koruptor menjadi calon anggota legislatif ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan seorang mantan narapidana yang sudah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Syaratnya, yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik. Dengan pengesahan PKPU, Yasonna menganggap larangan KPU akan mencabut hak politik orang tersebut.
JK berbeda pendapat. Menurut dia, aturan ini merupakan salah satu metode memilih orang yang baik untuk menempati jabatan publik. Dia mengibaratkan metode yang dipilih KPU sama seperti kewajiban masyarakat mengantongi surat berkelakuan baik dari kepolisian saat ingin melamar pekerjaan.