Alasan 2 Perempuan Terduga Teroris ke Mako Brimob Usai Kerusuhan
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Rina Widiastuti
Minggu, 27 Mei 2018 07:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Siska Nur Azizah dan Dita Siska Millenia, dua perempuan yang ditangkap saat mau menyusup ke Markas Komando Brigade Mobil (Mako Brimob), Kelapa Dua, Depok mengutarakan alasannya melakukan itu. Kepada tim Investigasi Tempo, mereka menuturkan niatnya ke sana semata-mata untuk memberi makanan kepada tahanan terorisme yang sedang membuat rusuh.
“Saya dengar di berita, pasokan makanan mereka disetop. Saya ingin membawakan makanan,” kata Siska di sebuah markas polisi di Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018, seperti dikutip dari Majalah Tempo. (Baca selengkapnya di Majalah Tempo edisi 28 Mei 2018)
Baca: Dua Wanita Terduga Teroris Ditangkap di Sekitar Mako Brimob
Kerusuhan di Mako Brimob meletus pada Selasa, 8 Mei dan berakhir pada Kamis, 10 Mei 2018. Kerusuhan dipicu persoalan makanan titipan keluarga tahanan. Kerusuhan itu mengakibatkan enam orang tewas, termasuk lima polisi. Drama pengepungan berdarah selama 36 jam itu berakhir dengan menyerahnya semua tahanan teroris, lalu mereka dibawa ke penjara Nusakambangan di Cilacap, Jawa Tengah.
Siska dan Dita mengaku mengikuti perkembangan kerusuhan itu melalui saluran ‘Turn Back Crime’ di perangkat pesan instan Telegram. Mereka berdua juga mengamati perkembangan kerusuhan lewat siaran langsung Instagram dan berita lansiran kantor media milik Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Amaq.
Kanal ‘Turn Back Crime’ berisi 40 anggota. Siska yang tengah menempuh pendidikan di Universitas Pendidikan, Bandung dan Dita, siswa kelas XII Pondok Pesantren Darul Arqom di Kendal, Jawa Tengah adalah dua di antaranya.
Baca: Cerita Napi Teroris Incar Bahan Peledak Saat Kejadian Mako Brimob
Mereka sudah kenal sejak 2017 dan acap mengobrol melalui jalur pribadi. Maka, ketika di grup bersahut-sahutan permintaan anggotanya untuk merapat ke Mako Brimob, Siska dan Dita segera menyusun rencana. Siska akan menunggu Dita dari Majenang di Bandung, lalu sama-sama ke Depok.
Pada Rabu pagi, 9 Mei 2018, para tahanan teroris menguasai penjara dan gudang senjata hingga kedatangan pemimpin Jamaah Ansharut Daulah, Aman Abdurrahman, untuk bernegosiasi dengan mereka.
Dari pembicaraan Aman dan pemimpin narapidana teroris yang rekamannya menyebar di media, Dita dan Siska tahu para narapidana itu akan dipindahkan ke Nusakambangan jika mereka tak terus melawan. Esoknya, para narapidana tersebut ternyata masih di Mako Brimob. Padahal kabar menyebutkan polisi sudah menghentikan pasokan makanan dan mematikan listrik ke dalam penjara. “Ya, sudah, saya nekat mau ke sana. Mau kasih makanan,” ujar Dita.
Siska setuju dengan ide Dita. Ia akan menunggu teman kecilnya itu di Pesantren Al-Hilal Bandung, tempatnya tinggal. Dita berangkat pagi itu juga dengan bekal Rp 400 ribu. Ia tiba di Bandung pada Kamis, 10 Mei 2018 pukul 23.00.
Mereka baru berangkat esok harinya setelah salat asar dari Bandung. Keduanya tiba di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, pada Sabtu dini hari. Perjalanan dilanjutkan menggunakan angkutan umum sampai ke Kelapa Dua, lalu mencari musala untuk menunaikan salat subuh dan istirahat sejenak. Pada saat mau masuk ke musala itu, mereka ditangkap polisi.
Setelah menggeledah tas Siska, polisi mendapati gunting. Kepada polisi saat diperiksa, Siska mengatakan gunting tersebut akan digunakan buat menyerang jika polisi menghalangi mereka masuk ke Mako Brimob untuk membebaskan para narapidana teroris yang belum dipindahkan ke Nusakambangan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Markas Besar Kepolisian Brigadir Jenderal Muhammad Iqbal tak menyangkal ataupun membenarkan ihwal gunting yang dibawa Siska untuk menyerang polisi. “Kami masih mendalaminya,” ujar dia.
Kepada Tempo, Siska menyangkal akan menyerang polisi dengan gunting. Gunting itu, kata dia, terbawa dalam tas setelah membikin kado untuk anak-anak yatim dalam sebuah acara silaturahmi. “Enggak rapihin tas karena rusuh habis kuliah langsung berangkat. Di jalan baru sadar bawa gunting,” ujarnya.
Di perjalanan menuju Jakarta, tebersit dalam pikiran Siska bahwa gunting bakal menjadi persoalan. “Di Mako Brimob kan ada Detasemen Khusus 88. Kalau saya bawa gunting, dikira mau ngapain,” kata dia. Karena lelah, ia membuang pikiran tersebut. Rupanya, kekhawatiran Siska terbukti. “Saya tidak tahu kalau Mbak Siska bawa gunting,” ujar Dita.
MAJALAH TEMPO