Kisah Hakim Artidjo Alkostar yang Ingin Menghukum Mati Koruptor
Reporter
Juli Hantoro
Editor
Juli Hantoro
Selasa, 22 Mei 2018 16:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Hakim agung Artidjo Alkostar, yang pensiun hari ini, adalah momok bagi para koruptor di negeri ini. Ia menjadi hakim agung di tengah keputusasaan publik terhadap maraknya kasus korupsi.
Selama menjabat hakim agung, tercatat beberapa terdakwa korupsi diperberat hukumannya. Politikus Partai Demokrat, Angelina Sondakh, yang di pengadilan tingkat pertama diputus 4,5 tahun penjara, pada tingkat kasasi ditambah hukumannya oleh Artidjo menjadi 12 tahun penjara.
Baca juga: Humas MA Bantah Artidjo Alkostar Pengurus FPI: Seleksi Amat Ketat
Angelina juga diwajibkan membayar uang pengganti atas kasus korupsi proyek pusat olahraga Hambalang senilai Rp 39,9 miliar.
Dalam salah satu wawancara dengan Tempo pada 2013 lalu, Artidjo mengungkapkan keinginannya menghukum berat koruptor. "Saya ingin sekali menghukum mati koruptor," ujarnya.
Ketegasan Artidjo menghukum koruptor dengan vonis yang lebih tinggi dari pengadilan tingkat pertama membuat mantan Bupati Buol, Amran Batalipu, saat itu membatalkan rencana kasasi setelah tahu kasusnya dipegang Artidjo. Amran menerima vonis 7 tahun 6 bulan penjara yang diputuskan pengadilan tinggi.
Baca juga: Hakim Artidjo Cs Tolak PK Terhukum Mati Titus Igweh
Artidjo Alkostar adalah sosok sederhana. Mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta itu kerap naik bajaj ke kantor. Ia pun sosok yang tak takut dengan ancaman.
Artidjo memilih tak dikawal meski saat itu koleganya, hakim agung Syafiuddin Kartasasmita, ditembak mati sewaktu menangani kasus korupsi Soeharto. "Sudah saya hapus istilah takut di kamus saya," ujar Artidjo.