Menolak Digantikan, Mahyudin: Golkar Bukan Punya Airlangga
Reporter
Arkhelaus Wisnu Triyogo
Editor
Rina Widiastuti
Senin, 19 Maret 2018 15:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari fraksi Partai Golkar, Mahyudin, menolak posisinya digantikan oleh Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto. Mahyudin menduga keputusan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menjadi kesepakatan politik antara Airlangga dan Titiek.
"Sejak munas kemarin sudah ada gaungnya karena memang ada kesepakatan, Mbak Titiek enggak maju caketum, dipromosikan jadi wakil ketua MPR. Dalam politik itu biasa saja," kata Mahyudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 19 Maret 2018.
Baca: Mahyudin Menolak Digantikan Titiek Soeharto
Pada Ahad malam, 18 Maret 2018, Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar menggelar rapat pleno membahas persiapan rapat kerja nasional (rakernas). Rencananya, Rakernas Partai Golkar bakal digelar pada 22-23 Maret 2018 di Jakarta.
Ketua DPP Partai Golkar Tubagus Ace Hasan Sadzily mengatakan rapat itu menyetujui pergantian Ketua Fraksi Partai Golkar Robert Kardinal dengan Melchias Markus Mekeng. Rapat itu juga menyetujui pergantian Mahyudin dengan Titiek Soeharto.
Mahyudin menanggapi dingin usulan pergantian tersebut. Menurut dia, hal itu karena faktor perbedaan pandangan dalam politik dengan Ketua Umum Airlangga Hartarto. "Mungkin karena saya ada perbedaan gaya politik dengan ketua umum, dan bisa jadi ini karena masalah suka dan tidak suka," ujarnya.
Baca: Golkar Siapkan Titiek Soeharto Jadi Wakil Ketua MPR
Ia juga mengaku tak menyetujui usulan tersebut. Mahyudin mengkritik pernyataan DPP yang menyebut bahwa dirinya menyetujui usulan pergantian tersebut. "Ketua umum mengatakan bahwa sudah ketemu saya dan saya sudah setuju. Anehnya saya belum menyatakan setuju," kata dia.
Mahyudin menyatakan bakal mempertahankan haknya untuk tetap berada di kursi pimpinan. Dasarnya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang menyebut pergantian hanyaaa bisa dilakukan jika ada pengunduran diri, meninggal dunia, atau berhalangan tetap. "Partai Golkar bukan punya Pak Airlangga sendirian. Milik semua termasuk saya," kata dia.