UU MD3 Disahkan, Mahfud MD: DPR Merampas Wewenang Hukum

Selasa, 20 Februari 2018 00:44 WIB

Pakar hukum tata negara, Mahfud Md, saat hadir dalam rapat dengar pendapat bersama Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Jakarta, 18 Juli 2017. Mahfud Md menyarankan KPK untuk langsung menahan Setya Novanto. TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) itu telah merampas wewenang hukum yang selama ini berjalan. Menurut dia, perampasan ranah hukum oleh DPR itu terjadi karena dalam UU MD3 tersebut juga mengatur soal pemanggilan paksa terhadap masyarakat dan membentuk 'pengadilan' sendiri di DPR yang dijalankan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

“Ketika orang yang menghina anggota DPR dapat diproses hukum oleh MKD, ini jelas suatu bentuk ketakutan DPR atas kritik, ketentuan ini amat berlebihan,” ujar Mahfud di Yogyakarta Senin 19 Februari 2018.

Baca: Mahfud MD: DPR Sedang Mengebalkan Diri Lewat UU MD3

Padahal, soal kasus penghinaan hingga pencemaran nama baik kepada pejabat publik selama ini sudah diatur melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun ketentuan ini justru dimasukkan lagi dalam UU MD3. “Sehingga UU MD3 ini jadi bentuk perampasan hukum dan melanggar wewenang lembaga penegak hukum,” ujar Mahfud.

Mahfud menyayangkan DPR karena tidak memahami perannya sebagai lembaga politik sampai bisa membuat aturan kewenangan yang menabrak ke mana-mana. “DPR itu lembaga politik, lembaga demokrasi, bukan lembaga hukum atau nomokrasi, enggak bisa dicampur-campur,” ujarnya.

Tak hanya salah dalam mengatur kewenangan MKD. Mahfud juga menilai DPR rancu ketika memasukkan pasal pemanggilan paksa terhadap pihak yang diperlukan DPR untuk memberi keterangan sehubungan dengan tugas legislatifnya.

Baca: UU MD3 Disahkan, Mahfud MD: DPR Kacaukan Garis Ketatanegaraan

Advertising
Advertising

Mahfud menuturkan, dalam bidang ketatanegaraan memang ada asas bernama sub-poena, yakni kewenangan parlemen untuk memanggil seseorang agar memberi kesaksian. “Tapi pemanggilan paksa ini hanya bisa berlaku jika urusannya karena ingin menghadirkan saksi fakta untuk mengungkap sebuah kasus yang dihadapi,” ujarnya.

Sayangnya, dia melanjutkan, dalam UU MD3 ini DPR menerapkan pasal pemanggilan paksa untuk semua urusan. Misalnya, ketika menyusun perundangan butuh saksi ahli pun bisa dipaksa oleh DPR agar hadir. “Masak, misalnya saya sebagai saksi ahli tak mau datang akan dipaksa datang sama aparat, wong saya merasa tak ada gunanya memberi keterangan di DPR, cuma dicatat tapi enggak didengerin,” ujarnya.

Berita terkait

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

1 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

1 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Prabowo-Gibran Diminta Penuhi Janji Selamatkan Garuda Indonesia

2 hari lalu

Prabowo-Gibran Diminta Penuhi Janji Selamatkan Garuda Indonesia

Serikat Karyawan Garuda Indonesia meminta Prabowo-Gibran bisa penuhi janjinya untuk menyelamatkan maskapai Garuda Indonesia.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

2 hari lalu

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

Pasca-putusan MK, pasangan Prabowo-Gibrang resmi ditetapkan KPU sebagai pemenang pemilu. Sumpah jabatan mereka akan diikrarkan pada Oktober 2024.

Baca Selengkapnya

Seberapa Siap PDIP Jadi Oposisi? Berikut Pernyataan Beberapa Tokoh PDI Perjuangan

2 hari lalu

Seberapa Siap PDIP Jadi Oposisi? Berikut Pernyataan Beberapa Tokoh PDI Perjuangan

Hasto Kristiyanto dan Ahmad Basarah menyatakan bahwa PDIP siap menjadi oposisi sesuai arahan ketua partai. Bagaimana sikap PDIP ke depannya?

Baca Selengkapnya

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

2 hari lalu

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sigit Sosiantomo mengatakan penetapan tarif tiket pesawat harus memperhatikan daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya

Wacana Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Berpotensi Langgar UU Penerbangan

2 hari lalu

Wacana Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Berpotensi Langgar UU Penerbangan

Penarikan iuran yang akan dimasukkan dalam komponen perhitungan harga tiket pesawat itu dinilainya berpotensi melanggar Undang-Undang (UU).

Baca Selengkapnya

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

2 hari lalu

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.

Baca Selengkapnya

Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat: Tidak Semua Penumpang Wisatawan

3 hari lalu

Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat: Tidak Semua Penumpang Wisatawan

Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo menolak rencana iuran pariwisata di tiket pesawat.

Baca Selengkapnya

DPR Arizona Loloskan Pencabutan Undang-undang Larangan Aborsi

3 hari lalu

DPR Arizona Loloskan Pencabutan Undang-undang Larangan Aborsi

DPR Arizona lewat pemungutan suara memutuskan mencabut undang-undang larangan aborsi 1864, yang dianggap benar-benar total melarang aborsi.

Baca Selengkapnya