Direktur COP Hardi Baktiantoro memperlihatkan hasil rontgen bagian kepala Orangutan yang tewas di Taman Nasional Kutai. TEMPO/Sapri Maulana
TEMPO.CO, Samarinda - Nekropsi atau autopsi terhadap orangutan yang tewas di Taman Nasional Kutai menemukan sekitar 130 peluru senapan angin di tubuhnya. Peluru tersebut juga membuat mata kanan dan kiri orangutan itu buta.
“Dengan rincian di kepala 74 peluru, tangan kanan 9 peluru, tangan kiri 14 peluru, kaki kanan 10 peluru, kaki kiri 6 peluru, dada 17 peluru. Namun tim nekropsi hanya mampu mengeluarkan 48 peluru,” kata Direktur Centre Orangutan Protection Hardi Baktiantoro saat konferensi pers di Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Kamis, 8 Februari 2018.
Nekropsi berjalan sekitar 4 jam di Rumah Sakit PKT Bontang pada Selasa hingga Rabu dinihari, 6 Februari 2018. Tim nekropsi memastikan orangutan itu berjenis kelamin jantan dengan usia sekitar 5 hingga 7 tahun. Orangutan itu ditemukan mati di Taman Nasional Kutai, Desa Teluk Pandan, Kutai Timur, Selasa dinihari, tepatnya pukul 01.55 Wita.
Menurut Hardi dari COP, penyebab kematian diperkirakan karena adanya infeksi akibat luka yang lama ataupun yang baru terjadi.
“130 peluru adalah terbanyak dalam sejarah konflik antara orangutan dan manusia yang pernah terjadi di Indonesia. Lemahnya penyelesaian kasus dan kurangnya kesadaran masyarakat sehingga kasus seperti ini terus terulang,” kata Hardi. Pada Mei 2016, terjadi kasus yang sama dengan lokasi yang tidak terlalu jauh. Namun tidak terungkap hingga sekarang.
Bangkai orangutan tersebut kini disimpan di dalam lemari beku di Kantor BKSDA. “Kita simpan guna pemeriksaan dan mempermudah kerja instansi terkait untuk penyelidikan lebih lanjut,” kata Sunandar, Kepala BKSDA Kalimantan Timur saat konperensi pers.