Putusan Presidential Treshold, Perludem: MK Seperti Pengamat

Kamis, 11 Januari 2018 18:42 WIB

Ilustrasi surat suara pemilihan presiden 2014. TEMPO/Aris Novia Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni mengritik putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan uji materi pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential treshold. Menurut dia, logika Mahkamah dalam memutuskan jauh dari logika konstitusi.

“MK seperti pengamat politik, berbicara soal presidensial, rasa parlementer, kemudian berbicara soal penyederhanaan partai. MK terlihat gagal fokus berkaitan dengan argumen konstitusional yang ingin dibangun terkait ambang batas pencalonan presiden,” kata Titi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis 11 Januari 2017.

Baca juga: Golkar Sambut Baik Putusan MK soal Presidential Threshold

Titi menyayangkan bahwa keputusan MK sama sekali tidak menyentuh soal rasionalitas dan relevansi ambang batas terkait dengan pasal 6a ayat 2 UUD 1945 yang juga mengatur pencalonan presiden dan wakil presiden. “Termasuk juga penggunaan suara atau kursi dari pemilu sebelumnya,” ujarnya.

Titi berpendapat MK memaksakan argumentasinya dgn menarik isu presidential thershold ke isu penyederhanaan partai tanpa ada argumentasi logis ihwal penggunaan ambang batas dan penguatan sistem presidensial. Meski begitu, ia tetap menghormati keputusan MK. “Ada logika yang tidak bisa kami terima dan terkesan MK memaksakan putusan,” katanya.

Advertising
Advertising

Dengan keputusan ini, Mahkamah melanggengkan keberadaan pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Beleid ini mengatur partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2014 lalu untuk mengusung pasangan capres dan cawapres.

Baca juga: Ribut Presidential Threshold, Jokowi: Itu Produk Demokrasi di DPR

Partai Idaman, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Perindo menggugat beleid tersebut. Partai Idaman menilai pasal tersebut sudah kedaluarasa dan tidak karena menggunakan hasil pemilu 2014 sebagai ambang batas pemilihan presiden pada 2019 yang dilakukan serentak.

Pemohon uji materi lainnya, Effendy Gazali, mengatakan keputusan MK adalah batu ujian bagi target penyederhanaan partai politik didasari kesamaan platform partai politik. Padahal, kata dia, belum ada bukti bahwa ambang batas dapat menyederhanakan partai. “Kalau berdasarkan persamaan platform, coba lihat pilkada, mana ada persamaan platform,” katanya.

Berita terkait

Kilas Balik Sengketa Pilpres atau PHPU 2019, Putusan MK Tolak Seluruh Permohonan Prabowo - Sandiaga Uno

15 hari lalu

Kilas Balik Sengketa Pilpres atau PHPU 2019, Putusan MK Tolak Seluruh Permohonan Prabowo - Sandiaga Uno

Sengketa Pilpres 2024 tengah dibacakan MK. Pada PHPU 2019, putusan MK menolak seluruh permohonan Prabowo - Sandiaga Uno.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Putusan Sengketa Pilpres 2014 dan 2019

16 hari lalu

Kilas Balik Putusan Sengketa Pilpres 2014 dan 2019

MK akan membacakan putusan sengketa Pilpres 2024 pada Senin, 22 April 2024. Seperti apa putusan MK terkait sengketa Pilpres 2014 dan 2019?

Baca Selengkapnya

Jelang Pengumuman Hasil Pemilu 2024: Begini Pengumuman Hasil Pilpres 2014 dan Pilpres 2019

49 hari lalu

Jelang Pengumuman Hasil Pemilu 2024: Begini Pengumuman Hasil Pilpres 2014 dan Pilpres 2019

Di Pilpres 2014, KPU melakukan rekapitulasi suara pada sore hari, sementara Pilpres 2019 rekapitulasi suara dilakukan pada waktu dini hari.

Baca Selengkapnya

Jejak Yusril Ihza Mahendra dalam Sengketa PHPU: Pilpres 2019 Lawan Prabowo, Pilpres 2024 Bela Prabowo

20 Februari 2024

Jejak Yusril Ihza Mahendra dalam Sengketa PHPU: Pilpres 2019 Lawan Prabowo, Pilpres 2024 Bela Prabowo

Yusril Ihza Mahendra pada Pilpres 2019 bela Jokowi, dan pada Pilpres 2024 menjadi tim hukum Prabowo. Berikut rekam jejaknya.

Baca Selengkapnya

Sengketa Pilpres 2024 Bakal Maju ke MK? Begini Jejak PHPU Saat Pilpres 2019

20 Februari 2024

Sengketa Pilpres 2024 Bakal Maju ke MK? Begini Jejak PHPU Saat Pilpres 2019

Pilpres 2024 tampaknya akan disengketakan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sengketa Pilpres terjadi juga pada Pilpres 2019, seperti apa?

Baca Selengkapnya

Yusril Ihza Mahendra Pimpin Tim Pembela Prabowo-Gibran di MK, Dulu Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf Amin Saat Pilpres 2019

20 Februari 2024

Yusril Ihza Mahendra Pimpin Tim Pembela Prabowo-Gibran di MK, Dulu Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf Amin Saat Pilpres 2019

Yusril Ihza Mahendra pimpin tim pembela Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 untuk hadapi sengketa di MK. Pilpres 2019, ia kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin.

Baca Selengkapnya

Kompetitor Jadi Kolaborator, Kilas Balik Persaingan Prabowo-Jokowi saat Pilpres 2014 dan Pilpres 2019

18 Februari 2024

Kompetitor Jadi Kolaborator, Kilas Balik Persaingan Prabowo-Jokowi saat Pilpres 2014 dan Pilpres 2019

Kilas balik rivaitas Prabowo dan Jokowi saat Pemilu 2014 dan Pemilu 2019. Akhiornya, kompetitor jadi kolaborator.

Baca Selengkapnya

Mahfud Md Fokus Jaring Suara di Jawa Timur, TPN Bilang Masyarakat Rindu karena Pernah Gagal jadi Cawapres 2019

6 Februari 2024

Mahfud Md Fokus Jaring Suara di Jawa Timur, TPN Bilang Masyarakat Rindu karena Pernah Gagal jadi Cawapres 2019

Mahfud Md fokus menjaring suara di Jawa Timur. Masyarakat di sana sekarang merindukannya sebagai cawapres yang sempat gagal dipilih Jokowi pada 2019.

Baca Selengkapnya

Prabowo-Ganjar Ungkap Status Persahabatannya dengan Jokowi

15 Januari 2024

Prabowo-Ganjar Ungkap Status Persahabatannya dengan Jokowi

Prabowo sebut dua kali menjadi rival Jokowi. Namun, Prabowo mengaku mereka tak pernah saling membenci. Bagaimana persahabatan Ganjar dan Jokowi?

Baca Selengkapnya

Prabowo Ungkit Ucapan Jokowi saat Debat Capres 2019: Persahabatan Kita Tidak Akan Putus

15 Januari 2024

Prabowo Ungkit Ucapan Jokowi saat Debat Capres 2019: Persahabatan Kita Tidak Akan Putus

Prabowo Subianto mengungkit kembali ucapan rivalnya pada debat pilpres 2019, Joko Widodo atau Jokowi.

Baca Selengkapnya