Pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tenggara Asrun (kiri) dan Hungua (kanan) saat acara penyerahan surat rekomendasi untuk ikut dalam Pemilu 2018 di kantor DPP PDIP, Jakarta, 17 Desember 2017. PDIP juga mengusung pasangan Arsyadjuliandi Rachman-Suyatno pada Pilgub Riau, Marianus Sae-Emilia Nomleni pada Pilgub NTT, dan Murad Ismail-Barnabas Orno pada Pilgub Maluku. Tempo/Ilham Fikri
TEMPO.CO, Ambon - Tim kuasa hukum Komandan Korps Brimob Kepolisian RI Inspektur Jenderal Murad Ismail mengadukan seorang pengguna Facebook bernama Lifren Ode Pilia ke Kepolisian Daerah Maluku, Jumat sore, 29 Desember 2017.
Salah seorang kuasa hukum Murad Ismail, Abdul Haji Talalohu, mengatakan Lifren dilaporkan polisi lantaran dinilai melakukan pencemaran nama baik kliennya yang bakal mencalonkan diri sebagai Gubernur Maluku.
Materi pencemaran nama baik itu, kata Talalohu, diunggah lewat akun Facebook. Talalohu menuding Lifren memiliki tendensi politik dan ingin menjatuhkan kredibilitas jenderal bintang dua itu di hadapan publik Maluku.
Talalohu menuturkan laporan ke polisi ditempuh sebagai upaya untuk memberikan pelajaran kepada pengguna media sosial agar tidak sewenang-wenang dalam menebar penghinaan dan kebencian terhadap orang lain.
“Kami mengadukan salah satu pengguna media sosial Facebook atas nama Lifren Ode Pilia. Dugaannya ke arah pencemaran nama baik karena dalam pesan Facebook-nya itu ia menggunakan kata Jen yang bisa saja dimaknai sebagai jenderal. Dan kami melihat saudara Lifren terafiliasi pada pasangan calon tertentu,” kata dia.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Polda Maluku Ajun Komisaris Besar M. Roem Ohoirat mengatakan siapa pun pelapor wajib dilayani dengan baik. Ihwal laporan yang disampaikan kuasa hukum Murad, polisi segera meneliti dan memprosesnya sesuai hukum.
Jika pelaku terindikasi melakukan pelanggaran, kata Roem, kasusnya akan dilimpahkan ke bagian direktorat reserse kriminal khusus (ditkrimsus). “Jika ada bukti pelanggaran, ditkrimsus akan melakukan penyelidikan sesuai UU ITE,” ujarnya.
Menurut dia, atas tindakan yang dilakukan, pelaku bisa dijerat Pasal 27 UU ITE dengan ancaman hukuman penjara di atas enam tahun.