Presiden Joko Widodo menerima piagam dari Ketua KPK Agus Rahardjo, disaksikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro dan Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono saat Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia Tahun 2017 dan Peresmian Pembukaan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi ke-12 serta Peluncuran Aplikasi e-LHKPN, di Jakarta, 11 DEsember 2017. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan, KPK telah melakukan pencegahan tindak pidana korupsi yang berfokus pada tujuh sektor strategis. Dari tindak pencegahan itu, komisi antirasuah telah menyelamatkan aset dan potensi kerugian keuangan negara Rp 2,67 triliun sepanjang 2017.
"Pencegahan yang ofensif di tahun 2017 terhadap tujuh sektor strategis berhasil mendorong kenaikan pendapatan negara dan mencegah potensi kerugian negara," kata Agus dalam konferensi pers ihwal kinerja KPK 2017 di gedung penunjang KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 27 Desember 2017.
Ketujuh sektor itu adalah sumber daya alam, minyak dan gas bumi, kesehatan, pangan, infrastruktur, reformasi birokrasi dan penegakan hukum, serta pendidikan.
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor kehutanan, misalnya, meningkat Rp 1 triliun setelah didampingi KPK. Adapun PNBP sektor mineral dan batu bara mengalami kenaikan Rp 1,1 triliun per Oktober 2017.
Selain itu, KPK membantu Kementerian Kesehatan menyelamatkan aset tanah 18 hektare yang dikuasai pihak lain sejak 1977 senilai Rp 374 miliar.
Di sektor infrastruktur, KPK mendorong PT KAI membuat dan memperbaharui perjanjian dengan mitra. KPK meminta PT KAI memaksimalkan perolehan pendapatan dengan pemanfaatan lahan right of way (ROW) oleh pihak ketiga.
Hasilnya, per Oktober 2017, delapan mitra PT KAI bersedia membayar sewa lahan ROW dengan nilai keseluruhan Rp 78 miliar.
"Sedangkan tujuh mitra lainnya masih dalam proses renegosiasi dengan nilai potensi pendapatan sebesar Rp 604 miliar," ujar Agus.
Nilai penyelamatan potensi kerugian keuangan negara Rp 2,67 triliun juga diperoleh dari laporan gratifikasi. Laporan itu selanjutnya ditetapkan milik negara dengan nilai mencapai Rp 114 miliar.