Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama Ketua KPK Agus Rahardjo melakukan salam komando seusai melakukan jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, 19 Juni 2017. Kedatangan Kapolri ke markas lembaga antirasuah itu untuk membahas pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta tidak ada kegaduhan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI. Hubungan dua institusi ini kembali memanas setelah Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Polri mengeluarkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap dua pemimpin KPK, Agus Rahardjo dan Saut Sitomorang.
"Saya minta tidak ada kegaduhan. Kalau ada proses hukum, proses hukum," ujar Jokowi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, menjelang keberangkatannya ke Vietnam untuk mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC, Jumat, 10 November 2017.
Kendati mempersilakan proses hukum berjalan, Jokowi meminta polisi tidak melakukan tindakan yang tidak berdasarkan bukti dan fakta. "Saya sampaikan, jangan sampai ada tindakan-tindakan yang tidak berdasarkan bukti dan fakta," kata Jokowi.
Agus Rahardjo dan Saut Situmorang dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri dengan tuduhan pemalsuan surat, penyalahgunaan wewenang, serta pembuatan surat perpanjangan masa pencegahan ke luar negeri untuk Setya Novanto.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan status kedua pemimpin KPK tersebut masih sebagai terlapor, belum tersangka.
Informasi soal SPDP terhadap dua pemimpin KPK itu justru disampaikan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi. Saat menyambangi kantor Bareskrim Polri Jakarta Pusat pada Rabu, 8 November 2017, dia menunjukkan tembusan SPDP yang diterima pelapor, Sandy Kurniawan, yang merupakan rekan Fredrich. SPDP tersebut memuat penyidikan terhadap Agus dan Saut terkait dengan dugaan pembuatan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan KPK sudah menerima surat tersebut. Namun, dia menyebut, kasus yang dipersoalkan terhadap Agus dan Saut dalam SPDP tersebut tidak jelas. "Tidak ada bunyi obyek apa yang dipermasalahkan," ujarnya, Rabu lalu.
Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran
13 jam lalu
Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran
Satgas Pelaksana Pembangunan Infrastruktur IKN menyebut rumah dinas menteri di IKN bisa ditambah jika presiden terpilih Prabowo Subianto membentuk kementerian baru. Pengamat menilai hal ini sebagai bentuk pemborosan anggaran.