Wagub Jabar Soroti Lemahnya Kesadaran dan Kepatuhan Lembaga Penyiaran
Jumat, 27 Oktober 2017 18:26 WIB
INFO JABAR - Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan penyiaran nasional masih dihadapkan pada lemahnya kesadaran serta kepatuhan lembaga-lembaga penyiaran terhadap ketentuan standar program siaran. Akibatnya, masih ada isi siaran yang cenderung mengabaikan kualitas dan dampak siaran yang ditimbulkan berakibat negatif pada tatanan kehidupan masyarakat.
“Di sisi lain kemampuan masyarakat dalam bersikap kritis terhadap media penyiaran juga masih relatif rendah, apa yang disiarkan media televisi sering diterima apa adanya sebagai sebuah kebenaran,” katanya di depan para pelajar dan tenaga pendidik perwakilan dari 27 SMA dan SMK se-Kota Banjar, yang mengikuti seminar peningkatan pemahaman literasi media penyiaran bagi lembaga pendidikan, yang diadakan di Aula SMAN 1 Kota Banjar, Kamis, 26 Oktober 2017. Seminar tersebut digagas Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat dan menghadirkan Deddy Mizwar sebagai narasumber.
Menurut Deddy, saat ini tingkat konsumsi televisi masyarakat masih menduduki posisi tertinggi, yakni mencapai 85 persen. Sedangkan konsumsi radio 40 persen dan buku hanya 23 persen. “Bayangkan kalau televisi produk-produknya ‘sampah’ melulu, maka otak kita juga akan penuh ‘sampah’. Kalau isinya ‘wangi’ badan kita juga ‘wangi’ dan cara berfikir kita ‘wangi’,” ujarnya.
Karena itu, lanjut Deddy, literasi media sangat penting dan mendesak untuk dikampanyekan sebagai sebuah gerakan sosial kemasyarakatan, guna mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya memahami, menggunakan, serta menilai media secara benar dan tepat.
“Saya kira ini acara bagus di kalangan pelajar dan tenaga pendidik. Bagaimana literasi media saat ini khususnya televisi sangat penting. Dengan gerakan literasi, media kita mencoba untuk mengurangi risiko dari tayangan yang berdampak buruk. Karena itu, peran masyarakat dibutuhkan,” ucapnya.
Masyarakat diminta untuk berperan aktif mengawasi penyiaran televisi di daerahnya masing-masing dan memberi laporan ke Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) bila ada tayangan yang melanggar norma atau adab setempat. “Masyarakat harus jadi televisi watch kontrol yang berperan aktif mengawasi siaran televisi. Jika ada yang melanggar norma segera lapor KPID setempat,” tuturnya.
Selain itu, agar tayangan buruk tidak bisa memengaruhi, Deddy berharap agar masyarakat terlebih dulu memahami dunia penyiaran televisi itu sendiri. Caranya, dengan membuat televisi komunitas di tiap daerah. "Saya mendorong agar di tiap daerah minimal ada dua televisi komunitas. Ini agar kita menjadi pelaku dari siaran televisi, sehingga kita memiliki pengetahuan. Maka tayangan yang buruk tidak bisa mempengaruhi kita,” katanya.
Ketua KPID Jabar Dedeh Fardiah berharap seminar yang merupakan program rutin tahunan ini, bisa membuat literasi media pada pelajar dan tenaga pendidik lebih cerdas dalam memilih konten media. “Ini adalah anak-anak pilihan dari SMA dan SMK di Banjar, yang nantinya kami berharap dari anak-anak ini disampaikan lagi kepada anak-anak lain. Kami inginnya lebih banyak lagi peserta pelajar di Jawa Barat dan tentu ke depan kami akan berkeliling ke-27 kota atau kabupaten,” ujarnya.
Ia mengatakan Jawa Barat menempati posisi yang sangat penting dalam industri penyiaran. Berdasarkan data dari KPID di Jawa Barat, terdapat 532 lembaga penyiaran yang tersebar di 27 kota dan kabupaten, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran berlangganan, maupun lembaga penyiaran komunitas. “Ini terbanyak di Indonesia, radio ada 300-an, televisi ada 150. Di satu sisi, itu merupakan potensi tapi di sisi lain ada hal-hal yang memang berdampak negatif. Makanya, kami adakan program literasi media ini agar ketika ada dampak negatif bisa diantisipasi,” tuturnya. (*)